KOTA BLITAR – Belum tuntas penanganan kasus suspek difteri, warga Bumi Penataran harus kembali waspada dengan potensi penyakit lain. Yakni, campak dan rubela. Setidaknya, dua orang anak suspek campak ditemukan di awal tahun ini.
Subkoordinator (Subko) Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, Endro Pramono mengungkapkan, dua anak suspek campak itu masing-masing berusia 9 tahun asal Kecamatan Ponggok dan seorang anak usia 1 tahun 10 bulan dari Kecamatan Sutojayan.
“Gejalanya, ada rash alias ruam di tubuh. Dimulai dari telinga, tengkuk, dada, dan seluruh tubuh. Bercak-bercak merah diiringi demam tinggi,” ujarnya kemarin (26/1).
Gejala itu, lanjut dia, wajar muncul saat terindikasi menderita campak. Seperti kasus campak pada umumnya, seseorang yang terpapar penyakit ini bakal mengalami sakit tenggorokan, mata berair dan kemerahan (konjungtivitis), serta bintik putih di dalam mulut. Menurutnya, ruam yang muncul mulanya hanya bintik-bintik merah kecil. Namun, apabila penanganan terlambat, bintik tersebut akan menyatu hingga ukurannya lebih besar.
Sebagai tindakan antisipasi, dinas kesehatan sudah mengambil sampel urine dan darah pasien. Sampel tersebut dikirim ke Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Surabaya dan Jakarta. Butuh waktu untuk proses penelitian tersebut sehingga hasil positif atau negatif dugaan campak tak bisa langsung teridentifikasi.
“Untuk sementara, kedua pasien masih kami sarankan isolasi mandiri di rumah. Melalui puskesmas sudah kami distribusikan obat-obatan khusus pencegahan campak dan rubela,” sambungnya.
Terkait temuan dua suspek ini, Endro belum bisa memastikan sumber paparan virus yang masih satu golongan dengan Paramyxovirus itu. Dia hanya mengungkapkan potensi campak dan rubela di Kabupaten Blitar masih ada dan belum bebas. Dua kasus supek itu disinyalir terpapar dari sisa-sisa virus yang beberapa tahun lalu sempat mewabah.
Sisi positifnya, sambung dia, wabah campak dan rubela di Bumi Penataran sudah memasuki fase penekanan kasus dan eliminasi sehingga tidak terlalu menjadi ancaman. Kondisi ini berbanding terbalik dengan beberapa daerah seperti Kalimantan, Bogor, dan Bandung yang kasusnya masih mengkhawatirkan.
Pria ramah ini menambahkan, campak atau measles rawan menular melalui kontak fisik. Namun, tidak ada pengobatan khusus untuk menangani penyakit ini. Sebab, rerata kondisi pasien terpapar campak pulih dalam 10 hari.
Sebagai pengobatan, penderita campak disarankan mengonsumsi obat mengandung parasetamol untuk meredakan demam, mandi dengan air hangat, membersihkan kotoran di mata, serta menambah porsi air putih lebih sering untuk mencegah dehidrasi.
“Penyakit ini menular, tapi bisa dicegah dengan imunisasi campak dan rubela. Itu untuk bayi usia 9 bulan sampai bawah dua tahun,” tandasnya. (luk/c1/hai)