TRENGGALEK – Dua organisasi perangkat daerah (OPD) angkat tangan. Mereka tak menemukan solusi untuk menyikapi persoalan yang dialami para peternak ayam petelur. Mereka berdalih permasalahan harga bukan lagi di bawah kendalinya.
Plt Kepala Dinas Peternakan (Disnak) Nurkholik, melalui Kabid Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Ririn Hari Setiani mengaku, persoalan harga bukan terjadi cuma untuk komoditas telur, tapi juga komoditas pertanian. Misalnya, ketika harga jual bawang merang turun, pemerintah tidak bisa mengupayakan agar harga itu normal lagi. “Kondisi itu lebih pada pelaku pasar, kita tak bisa mengendalikannya. Direktoratnya pun tidak ada untuk pengendalian harga,” ungkapnya.
Benang merah persoalan peternak, kata dia, berada pada biaya operasional. Sejauh ini, peternak yang berkecimpung di sektor ayam petelur rata-rata adalah pengusaha. Biasanya, mereka sudah menjalin mitra dengan perusahaan pakan. “Mereka punya perkumpulan, kemitraan, juga punya sales untuk obat-obatan yang disediakan dari perusahaan,” ujarnya.
Sedangkan, dinas tak punya kewenangan yang menaungi pengusaha ayam petelur. “Kalau kami, cuma ayam ungaran. Bidang kami khususnya lebih ke kesehatan hewan,” imbuhnya.
Untuk itu, dinas peternakan tak punya program sosialisasi tentang menekan biaya operasional untuk para pengusaha peternak ayam petelur. Seperti halnya menerapkan pakan ramah di kantong. “Pakannya itu didominasi berbahan jagung. Namun, produksi jagung dalam negeri kurang dan tidak bisa mencukupi kebutuhan di Indonesia sehingga perlu impor. Bahkan, harga jagung kita lebih mahal dibanding impor, jadi sulit,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Perdagangan (Diskomidag) Kabupaten Trenggalek Agoes Setiyono. Menurutnya, hukum pasar tak lepas dari supply and demand. Artinya, ketika tidak ada keseimbangan di keduanya, maka akan berpengaruh terhadap harga. “Kalau tak terlalu tinggi, kemudian suplai tak maksimal, akan berpengaruh pada harga,” ujarnya.
Dalam kondisi itu, diskomidag hanya dapat mencatat harga jual di pasar-pasar dan bukan langsung ke peternak. “Pakan pabrikan dan pengusaha besar itu sangat menentukan angka. Peternakan kecil itu sulit ketika masuk ke pasar umum, karena yang menentukan harga itu pengusaha besar,” jelasnya. (tra/c1/rka)