KOTA BLITAR – Gunawan Wahyu Kurniawan (GWK), 28, harus berurusan dengan polisi. Warga Kelurahan Kepanjenlor, Kecamatan Kepanjenkidul itu diduga menjual miras oplosan yang mengakibatkan hilangnya dua nyawa.
Kejadian bermula pada 7 Juli lalu. Pada pukul 20.00, Haryono, warga Kelurahan Sanankulon, dan Stefanus Selan, warga kelurahan Sukorejo, memesan miras oplosan dari GWK. Keduanya lantas menggelar pesta miras di sebuah kios di Jalan Kelud.
Sekitar pukul 23.00, keduanya sepakat untuk mengakhiri pesta miras tersebut. Stefanus pulang ke rumah dalam kondisi mabuk berat, sedangkan Haryono yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkut barang bermaksud untuk langsung pergi bekerja mengantar barang ke wilayah Surabaya. “Haryono lantas menghubungi rekan kerjannya, Yusi. Lalu, pada 8 Juli, tepatnya pukul 00.00, keduanya pergi ke Surabaya untuk mengantar telur ayam menggunakan truk,” ujar Kapolres Blitar Kota, AKBP Argowiyono.
Selama dalam perjalanan, lanjut Argo, Haryono mengeluh tidak enak badan usai menenggak miras oplosan. Hal itu dia rasakan bahkan setelah kembali ke Blitar usai mengantar telur ayam ke Surabaya. Lalu, Yusi memutuskan untuk menghentikan laju kendaraan di depan salah satu rumah rekannya yang berlokasi di Desa Patok, Kecamatan Ponggok, dan menginap di sana. “Saksi Yusi membiarkan Haryono tidur di kabin truk karena mengira Haryono masih dalam keadaan mabuk berat,” akunya.
Pada 9 Juli, tepatnya pukul 05.00, Yusi curiga. Sebab, dia tidak mendapati Haryono keluar dari kabin truk. Yusi lantas memeriksa kondisi rekannya. Saat dicek, Haryono sudah dalam kondisi tak sadarkan diri dengan banyak bekas muntahan di dalam kabin truk. “Keduanya membawa Haryono masuk ke rumah saksi, Maul. Pada pukul 07.00, Haryono dipastikan meninggal dunia setelah dilakukan pengecekan,” lanjutnya.
Kondisi serupa juga dialami Stefanus. Sempat mengeluh pusing dan mual kepada keluarga, dia lebih banyak menghabiskan waktu beristirahat di dalam kamar. Pada 9 Juli, keluarga memutuskan membawa Stafanus ke RSUD Mardi Waluyo. Nahas, nyawanya tidak tertolong meski sudah mendapatkan perawatan medis. “Stefanus dinyatakan meninggal dunia oleh pihak RS usai mendapatkan perawatan selama kurang lebih 2 jam,” jelas Argo.
Dugaan adanya tindak pidana dalam kematian Haryono dan Stafenus mulai terendus. Itu setelah polisi mendapat laporan dari pihak RS soal adanya pasien meninggal dunia secara tidak wajar. Menerima laporan tersebut, polisi segera menerjunkan tim ke rumah sakit untuk memeriksa lebih lanjut. “Hasilnya, diketahui jika korban meninggal karena intoksinasi di dalam tubuhnya. Itu diakibatkan dari kegiatan pesta miras yang dilakukan sebelumnya,” kata perwira berpangkat dua melati di pundak ini.
Polisi segera menelusuri dari mana Haryono dan Stefanus mendapatkan miras oplosan. Hasil penyelidikan mengerucut pada GWK, yang diketahui memproduksi miras oplosan di kediamannya. Tepatnya di Jalan Kelud No 96, Kelurahan Kepanjenlor, Kecamatan Kepanjenkidul. “Tersangka segera kami ringkus untuk selanjutnya dimintai keterangan,” kata Argo saat gelar perkara kemarin (22/7).
Di hadapan polisi, GWK, 28, mengaku sudah memproduksi miras oplosan selama satu tahun terakhir. Adapun bahan-bahan yang biasa dia gunakan untuk meracik miras, di antaranya, alkohol murni, air, dan zat perasa. “Dan miras oplosan yang tersangka jual ini punya kadar alkohol sebesar 99 persen,” tegasnya.
Kepada polisi, GWK juga mengaku, cara membuat miras dia pelajari dari ayahnya yang dulunya juga dikenal sebagai peracik miras oplosan di lingkungan tempat tinggalnya. Miras hasil racikan GWK dijual dengan harga variatif. Mulai dari Rp 10-40 ribu per kemasan.
Akibat perbuatannya, pria tersebut kini ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun kurungan pidana. (dit/c1/wen)