KOTA BLITAR – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur meminta jumlah rumah restorative justice (RJ) di Bumi Penaratan ditambah. Selain mewujudkan penegakan hukum yang humanis, itu juga untuk meminimalkan peristiwa hukum di masyarakat.
“Ini untuk memfasilitasi pemerintah daerah. Serta teman-teman kepala desa yang sulit menjangkau kantor kejaksaan negeri,” ujar Kepala Kejati Jatim Mia Amiati, saat berada di Pendapa Ronggo Hadi Negoro, kemarin (31/8).
Dia mengatakan bahwa sering menemukan peristiwa hukum di desa karena kurangnya pemahaman dalam pengelolaan keuangan. Nah, rumah RJ ini bisa menjadi sarana konsultasi atau menambah pengetahuan para penyelenggara pemerintahan desa. “Di sana (rumah RJ, Red) ada jaksa perdata dan tata usaha, bisa bertanya jika kurang paham,” terangnya.
Sejauh ini, di Kabupaten Blitar ada tiga rumah RJ. Itu jauh lebih sedikit ketimbang daerah tetangga, Malang, yang memiliki 38 rumah RJ.
Mia berharap pemerintah daerah memberikan dukungan sehingga kejaksaan bisa mewujudkan penegakan hukum yang humanis di Bumi Pentaran. “Kami berharap pemerintah daerah berkenan memfasilitasi, agar program ini semakin dekat dengan masyarakat,” katanya.
Pihaknya bersyukur selama ini sinergitas antara pemerintah daerah dan Kejaksaan Negeri Blitar cukup baik. Bahkan, pemerintah daerah menghibahkan tanah asetnya untuk kepentingan kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar. “Kalau pembangunannya, kami menunggu arahan dari Kejaksaan Agung. Kami laporkan dulu hibahnya. Biasanya itu nanti diajukan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” jelasnya.
Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso mengatakan, hibah tanah untuk kantor Kejaksaan Negeri Blitar tersebut secara tidak langsung juga menunjang kinerja pemerintah. Sebab, konsultasi dan pendampingan hukum dibutuhkan oleh penyelenggara pemerintahan maupun masyarakat. “Jadi nanti tidak takut lagi saat melaksanakan program dan kegiatan,” katanya sembari memastikan fasilitasi untuk penyediaan rumah RJ.
Rahmat juga mengapresiasi karena Kejati Jatim memberikan beberapa wejangan kepada para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar. Utamanya terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah. “Tadi diberikan contoh kasus hukum dengan sangat jelas, mulai dari proses perencanaan, lelang, hingga pelaksanaan,” tuturnya.
Pihaknya berharap, hal ini sekaligus menjadi warning kepada para pejabat pemerintah sehingga tidak ada peristiwa hukum yang melibatkan pejabat pemerintahan di Kabupaten Blitar. “Sudah dapat sosialisasi, jangan sampai ada yang main proyek atau hal lain yang berujung pada tindak pidana,” tandasnya. (hai/c1/wen).