Radar Tulungagung –
Banyak masyarakat menghabiskan weekend dengan berlibur ke tempat wisata. Namun, berbeda dengan Yoga Septiansyah, warga Kelurahan Tertek, Kecamatan Tulungagung, ini menyibukkan diri dengan berolahraga lari. Ternyata dalam kurun waktu satu tahun, Yoga aktif dalam dunia olahraga lari sejak bergabung dengan Tulungagung Runners hingga ke beberapa kota.
Sebelumnya, Yoga memang atlet pencak silat sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Dia pernah mengikuti beberapa kompetisi hingga SMA. Sejak tahun 2014 hingga sekarang, dia menjadi pengurus di organisasi pencak silat Tulungagung. Maka, saat itu olahraga bela diri yang menjadi pilihan utamanya.
“Saya masih berkecimpung di dunia pencak silat. Namun, saya dulu mencari olahraga sampingan. Ketika pandemi Korona sempat menjajal sepeda, tapi bertahan sekitar dua tahunan. Setelah itu beralih ke lari hingga gabung komunitas,” ujar Yoga yang dihubungi sebelum beraktivitas olahraga gim kemarin (22/1).
Bagi Yoga, lari di jalan raya seperti kebanyakan orang justru tidak terlalu disukainya. Ketika bergabung dengan Tulunggagung Runners, dia dikenalkan dengan trail running yang merupakan kombinasi olahraga lari dan mendaki. Rata-rata trek berada di hutan, naik turun gunung dan wisata alam lainnya.
Apalagi, Tulungagung memiliki wisata alam cukup menawan untuk dijelajahi dengan berlari ramai-ramai. Contohnya, Gunung Wilis dan Jurang Senggani, tempat yang menjadi rute rutin Tulunggagung Runners setiap weekend. Dua rute itu membuat Yoga ketagihan dan tidak pernah bosan untuk terus berlari di tengah hutan rimba.
Dia menceritakan, tiap Sabtu rutin ia ikut berlari dimulai di Jurang Senggani bersama komunitasnya. Sejak pukul 05.30 WIB hingga naik turun mengelilingi hutan, melewati air terjun, dan mengeksplorasi hal-hal yang ada di alam. Kurang lebih 10 kilometer (km) berjalan di hutan tersebut. Jika bosan berjalan di sungai hingga tembus di Kedung Minten.
“Kadang bila latihan untuk persiapan acara lari, saya dan teman-teman pulang pergi hingga naik ke Puncak Wilis. Jika di total, pulang pergi bisa sampai 15 km. itu rute umumnya. Namun, bila bosan latihan di tempat itu pindah ke Waduk Wonorejo,” ujarnya.
Bahkan, beberapa hari yang lalu, dia baru saja mengelilingi Waduk Wonorejo untuk persiapan suatu event lari. Jika ditotal, ada sekitar 21 km dia memutari wisata tersebut dengan berlari. Selain itu, seminggu sebelumnya, dia lari dari Pantai Klatak tembus ke Pantai Popoh dengan total jarak 15 km.
Kenapa lebih suka dan memilih untuk hobi lari trail? Yoga menjawab bahwa lari trail tidak membuatnya bosan. Apalagi bisa melihat alam, di tengah hutan mendengar suara burung-burung, kadang terkena hujan gerimis-gerimis. Bahkan, berlari di tengah hutan baginya dapat merasakan ketenangan, lebih dingin, dan bila sampai tujuan mendapatkan pemandangan yang bagus.
“Di perjalanan, pemandangannya bagus. Apalagi ketika naik hingga ke puncak Gunung Wilis, bisa kelihatan landscape Tulungagung dan Kediri dari atas. Itu keseruan yang saya rasakan, meskipun banyak rute yang menanjak,” ungkapnya.
Memang lari trail banyak yang mengatakan lebih melelahkan, karena rutenya yang menantang. Namun, karena Yoga mendapatkan kesenangan dan hal yang seru, dia mengalahkan rasa letihnya tersebut. Kalau sudah menjadi suka, hal apa pun pasti terkalahkan, apalagi kegiatan ini tentu menyehatkan.
Selain Gunung Wilis dan Jurang Senggani, Yoga pernah mencoba ke Bukit Impian di Kecamatan Gondang perbatasan dengan Trenggalek. Ternyata di sana rutenya pendek dan curam sehingga di luar ekspektasinya. Jarak yang dia tempuh waktu itu sekitar 10 km.
Setelah beberapa kali ikut berlari di rute-rute tersebut hingga tiga bulan, pada sekitar April 2022 lalu, Yoga memberanikan diri untuk mengikut event running. Waktu itu, dia ikut acara lari di Jogjakarta yang melewati Pantai Parangtritis. Itu membuatnya ketagihan karena jaraknya sekitar 13 km.
Laki-laki yang juga bekerja sebagai advokat ini juga pernah mengikut event running hingga di Bali, yang jaraknya 21 km pada September 2022. Setelah itu, pada Desember, dia ikut event lari di Gunung Lawu di kategori 15 km. Acara lari itu yang menurutnya berkesan diantara event lain. Rutenya pun cukup sulit dan menantang hingga memakai alat bantu.
“Saya hingga kini masih memimpikan ikut acara lari Bromo Tengger Semeru (BTS), event internasional dengan jarak 30 km hingga 100 km lebih. Selain itu, juga Malang Summit Challenge (MFC) yang jaraknya juga hampir sama,” kata Yoga.
Dalam berolahraga, Yoga tentu pernah merasakan hal-hal tidak terduga ketika berlari. Namun baginya, trail running tidak afdal jika tidak jatuh di hutan atau gunung. Apalagi setelah lelah dari puncak dan harus turun dengan lari, terkadang bisa membuat kaki terkilir.
Dalam latihannya bersama komunitas Tulungagung Runners, ada tiga kali seminggu yaitu Rabu, Sabtu, dan Minggu. Pada Rabu juga ada lari malam, tetapi hanya jarak pendek 3 km. “Namun, saya biasanya seminggu sekali hingga dua kali berlari dengan komunitas. Sisanya saya ngegym,” pungkasnya. (*/c1/din)