TULUNGAGUNG- Empat calon haji furoda asal Tulungagung gagal berangkat ke Tanah Suci tahun ini. Padahal, mereka telah melunasi biaya pendaftaran mencapai Rp 375 juta per jemaah.
Haji furoda merupakan ibadah haji yang keberangkatannya menggunakan visa khusus dari Pemerintah Arab Saudi. Dengan visa tersebut, jemaah haji tidak perlu menunggu keberangkatan sampai bertahun-tahun.
Salah satu dari empat calon haji furoda yang gagal berangkat adalah Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tulungagung, Ahmad Baharudin.
Dia menjelaskan, sebagai salah satu calon haji furoda, mulai Sabtu (2/7) lalu telah bertolak ke Jakarta atas imbauan dari travel PT Arminareka Perdana. Ada sekitar 62 orang calon haji furoda se-Jawa dan Sumatera yang seharusnya diberangkatkan melalui travel tour. Maksud kedatangan ke Jakarta tersebut untuk menunggu visa haji furoda dari Arab Saudi. Jika visa sudah keluar maka akan segera diberangkatkan.
Pria yang juga politikus Partai Gerindra melanjutkan, setelah sampai di Jakarta dan beberapa waktu menunggu, nyatanya sampai jadwal terakhir penerbangan ke Arab Saudi untuk ibadah haji tahun ini yakni pada Rabu (6/7) lalu, visa haji furoda tak juga turun.
“Terakhir penerbangan haji ke Arab Saudi adalah Kamis (7/7). Namun, pada Rabu lalu visa haji furoda saya tidak turun sehingga bisa dikatakan batal berangkat untuk tahun ini karena ketinggalan rukun-rukun haji. Empat orang tersebut adalah saya (Ahmad Baharudin, Red) beserta istri dan Mukani beserta istri dari Desa Besole, Kecamatan Besuki,” sebutnya.
Padahal, sejak mendaftar sampai kini, dia dan jemaah yang gagal tersebut sudah melunasi seluruh biaya pemberangkatan haji furoda tahun ini ke PT Arminareka Perdana. Biayanya 25 ribu dolar Amerika (USD) per jemaah atau setara Rp 375 Juta dengan kurs Rp 15 ribu per USD.
Dia juga telah melakukan pembicaraan dengan perwakilan PT tersebut yang telah membatalkan sekaligus meminta maaf atas pembatalan yang terjadi.
Ada dua pilihan dari hasil pembicaraan. Pihak travel menawarkan mengambil kembali seluruh uang yang telah dibayarkan sebelumnya atau menunggu untuk diakomodasi kembali pada tahun berikutnya.
Saat ini, lanjut dia, keputusannya adalah pulang ke Tulungagung, sedangkan kelanjutan secara tertulis bersama PT tersebut belum ada. Sebab, sebagian direksi dari perusahaan travel tersebut masih mengurusi jemaah haji yang ada di Arab Saudi. “Dengan tawaran yang diberikan sampai kini, saya masih belum ada keputusan,” tutupnya.
Sementara itu, perwakilan dari PT Arminareka Perdana, Bonari mengungkapkan, bukan hanya dari travelnya, melainkan terdapat biro lainnya yang juga memberangkatkan haji furoda. Pemberangkatannya tergantung dari visa furoda yang diterbitkan langsung oleh Pemerintah Arab Saudi. “Volume yang mendaftar terlalu besar sehingga ada yang di-cancel,” katanya.
Dia menegaskan, biaya yang sudah dibayar para calon haji furoda bisa dikembalikan 100 persen apabila jemaah berkeinginan untuk diambil kembali. Dari empat orang yang gagal berangkat itu, total biaya mencapai Rp 1 M lebih.
“Sampai hari ini (kemarin, Red), calon jemaah haji furoda yang batal berangkat belum ada yang mengajukan penarikan kembali biaya haji yang sudah lunas. Namun, dalam waktu dekat akan ada konsultasi,” tandasnya.
Plt Kasi Pelaksanaan Haji dan Umrah Kemenag Tulungagung Supriono mengatakan, haji furoda itu merupakan haji nonkuota dan ditanggung perseorangan ataupun biro.
Maka dari itu, calon jamaah haji diimbau agar berhati-hati saat memilih biro ataupun pihak lain yang menawarkan. “Itu perorangan bisa asal punya akses ke Arab Saudi sana. Risikonya tinggi dan biayanya juga tinggi, sekitar Rp 400 juta perorangan,” jelasnya.
Sementara itu, salah satu warga yang pernah merasakan fasilitas haji furoda, Harim Soejatmiko mengaku berangkat menunaikan rukun Islam kelima tersebut pada tahun 2017.
Saat itu dia mendapatkan informasi haji nonreguler dari salah satu rekan kerjanya. “Dari seorang guru dan pengasuh Pondok Panggung ketika itu,” tandas pria yang juga Kepala SMAN 1 Kedungwaru ini.
Dengan tawaran tersebut, karena sudah mengetahui track record kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) dan biro travelnya di pondok itu, dia lantas memberikan persetujuan.
Ongkos berangkat ketika itu 17 ribu USD atau sekitar Rp 250 juta. Proses pendaftaran sampai pemberangkatan hanya tiga bulan.
Sebelum berangkat untuk manasik tidak beda jauh dengan haji reguler, pihak KBIH memberikan bimbingan.
Di samping itu, pihak KBIH maupun travel membantu semua dokumen keberangkatan baik visa maupun paspor. “Waktu itu di Jakarta untuk pengurusan dokumen,” terangnya.
Jika dokumen sudah lengkap, calon jemaah haji (CJH) bisa berangkat dan menggunakan fasilitas yang sudah disediakan. Semua dokumen tetap akan diperiksa imigrasi bandara.
Begitu juga ketika berada di Arab Saudi, pemeriksaan termasuk di bus tetap ada. Bahkan, petugas setempat mengecek satu-satu. “Waktu itu saya bersama enam orang di dalam bus. Semua dicek,” tarangnya.
Penerbangan di dalam negara, misalnya dari Madinah ke Makkah atau sebaliknya tetap ada pemeriksaan.
Dia menambahkan, fasilitas ketika berada di Tanah Suci untuk haji furoda ini yaitu hotel lebih dekat sekitar beberapa meter dari lokasi ibadah. Jadi bisa lebih khusyuk beribadah.
Durasi tinggal selama berhaji sekitar 30 hari atau lebih singkat dari hari reguler yang biasanya 40 hari. “Kalau haji reguler menunggu jadwal keberangkatan sehingga lebih lama,” ungkap penggemar off-road ini.
Proses ibadah hampir sama dengan lainnya, mulai dari sai, lempar jumrah, wukuf di Arafah, dan lain-lain. (mg1/m2/c1/din)