KABUPATEN BLITAR – Musim pancaroba menjelang, para pelaku budi daya ikan harus waspada. Pasalnya, baik ikan hias maupun ikan konsumsi rawan terinfeksi berbagai penyakit.
Seperti dialami pembudi daya ikan koi Desa Tawangsari, Kecamatan Garum, Candra. Dia mengaku, saat kondisi cuaca tidak menentu, kesehatan koi menjadi tidak stabil. Biasanya, koi yang dibudidaya sangat rentan terserang penyakit, utamanya saat memasuki Juni dan Juli. “Reaksi koi itu seperti tidak mau bergerombol saat makan. Cenderung menyendiri dan diam,” ujarnya kepada Koran ini, kemarin (13/3).
Selain itu, ciri-ciri koi yang kurang sehat adalah pergerakan tidak lincah dan tidak agresif. Sisik yang mulai lepas juga menjadi pertanda kesehatan ikan tersebut sedang tidak baik. Tak jarang, kondisi itu terjadi pada saat musim hujan yang membuat suhu air menjadi lebih rendah.
Jika mengetahui kondisi ikan tidak sehat, jelas Candra, sebaiknya segera diisolasi dan diberikan vitamin yang cukup. Sebab jika tidak dipisah, penyakit ikan akan menginfeksi ikan-ikan lainnya. Semakin banyak ikan yang sakit, maka semakin mahal biaya pengobatannya.
“Kalau obat, kadang kita pakai garam khusus dan penghangat air. Itu bisa bikin kondisi koi kembali pulih,” terangnya.
Pembudi daya koi lain asal Talun, Budi Gunadi mengaku, beberapa ikan miliknya kini mulai sakit. Mulai dari pergerakan yang lambat dan tidak nafsu makan. Itu adalah imbas dari musim yang tidak menentu.
Menurut dia, kerugian kerap dialami saat koi-koi sakit bahkan sampai mati. Omzet pun turun drastis diiringi pandemi yang belum berakhir. “Awal korona dulu, omzet tinggi. Keuntungan pasti dua sampai tiga kali lipat. Tapi pas koi lagi sakit, kadang sepi pengiriman,” akunya.
Dia menegaskan, koi tak bisa bertahan di dalam air bersuhu rendah. Lantaran terlalu dingin, koi bisa mati. Sementara koi yang masih bisa diobati tidak melulu membutuhkan waktu yang lama, tergantung tingkat penyakit yang dialami. (mg2/c1/ady)