TULUNGAGUNG- Sebagian seniman Jawa Timur (Jatim) pasti ada yang mengenal sosok yang kini bermukim di suatu hunian sekaligus art space di Desa Serut, Kecamatan Boyolangu. Dia adalah Muhammad Benny Widyo Pratama. Benny, sapaan akrabnya, memiliki jiwa seni sejak di bangku sekolah, selain itu kepekaan terhadap hal-hal berbau manajerial juga kuat. Apalagi dia memiliki latar belakang seorang fotografer, lantaran alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta tahun 2016. Dari bidang itu, Benny menjadi aktif di pameran-pameran kesenian hingga akhirnya memiliki kelompok seni kolektif di Tulungagung.
“Saya ambil jurusan fotografi di ISI, sehingga sering membuat pameran dan menampilkan karya foto. Saat masih aktif di Jogjakarta, saya tidak menyangka karya foto yang saya buat bisa dibeli orang lain dengan harga Rp 5 juta,” ujar Benny ditemui di rumahnya kemarin (25/1)
Karya dibuatnya memang termasuk jenis fotografi kotemporer, namun Benny tidak sendiri dibantu temannya. Lantaran karya fotonya itu mengandung tema-tema isu sosial dan dengan membutuhkan riset data mendalam. Benny sempat menyadari berkecimpung di dunia seni tidak terlalu menghasilkan hingga akhirnya melamar pekerjaan di sebuah agensi di Jakarta. Pria berumur 30 tahun itu pada tahun 2017 kerja di agensi di Jakarta sebagai fotografer. Dia di Ibu Kota hanya 1 tahun. Setelah itu memutuskan kuliah pascasarjana di Universitas Gajah Mada (UGM) mengambil jurusan kajian budaya dan media. “Saya belum lulus kuliah pascasarjana dan sempat cuti. Minggu depan, saya dijadwakan menjalani sidang tesis,” terangnya. Tesis Benny tentu berkaitan dunia seni yang ditekuninya dan menarik bagi pembaca tergolong seniman. Lantaran, hal yang diangkat yakni Ekosistem Seni Budaya dari kegiatan Jatim Bienalle 2021 dengan dirinya menjadi direktur artistiknya.
Dari tesis itu, alumnus SMA 1 Kedungwaru ini memiliki niat memunculkan potensi kesenian yang tidak hanya tersentra di kota-kota saja. Yakni menggali potensi seniman dari daerah kecil, sehingga bisa eksis dikenal masyarakat. Apalagi banyak berjejaring dengan beberapa pelaku seni di kota-kota lain, membuatnya mengenal bidang seni lain. Hal itu yang mendasari Benny membuat kelompok kolektif seni di Tulungagung, usai sibuk berkecimpung di Jogjakarta. Kelompok kolektif itu sekarang populer dengan julukan Gulung Tukar, yang di Tulungagung ini telah mengadakan beberapa kali pameran seni sejak 2019 lalu. Tidak hanya fotografi, berbagai bidang seni lain, seperti seni intalasi, musik, sastra, wayang, tari dan lainnya. “Saya menginisiasi Gulung Tukar ini karena berawal melihat pameran di suatu kafe pada 2018 lalu. Namun pada pamesran itu, beberapa seniman senior berebut untuk dapat tampil di depan publik, padahal pelaku seninya muda-muda,” tuturnya.
Dia membawa Gulung Tukar sebagai salah satu kelompok yang dapat menghidupkan ekosistem seni di Tulungagung hingga sekarang. “Setelah berkecimpung di bidang kuratorial, ternyata masih banyak hal yang harus saya pelajari. Lantaran peran kurator sangat penting dalam manajemen suatu pameran seni. Namun ilmu kuratorial ini, banyak saya dapat otodidak dengan bertandang antarpameran seni,” pungkasnya. (*/din)