TRENGGALEK – Tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) perlu memutar otak menyikapi kekurangan anggaran untuk honor para guru agama. Pasalnya, anggaran untuk menyejahterakan guru madrasah diniyah (madin) itu masih kurang lima bulan.
Ketua Komisi IV DPRD Trenggalek Sukarodin mengungkapkan, kesejahteraan para guru madin masih terombang-ambing. Lantaran anggaran untuk honor mereka tidak genap sampai 12 bulan atau setahun. “Padahal, nilai honor mereka tidak seberapa banyak, tapi masih saja kurang,” ungkapnya.
Pihaknya mengaku, honor guru madin sebetulnya sudah mendapat dukungan dari Pemkab Trenggalek maupun Pemprov Jatim. Dibuktikan dengan suntikan Rp 800 juta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Trenggalek. Namun, nilai anggaran itu masih kecil karena hanya cukup untuk memenuhi honor selama sebulan. “Pemprov melalui bantuan khusus; bantuan operasional daerah (bosda) juga masih cukup untuk memenuhi selama enam bulan,” jelasnya.
Artinya, kata Sukarodin, honor guru madin masih kurang lima bulan agar genap setahun. Karena itu, komisi I mendesak agar tidak menyepelekan kekurangan anggaran untuk honor para guru, mengingat mereka juga memiliki hak mendapatkan hasil dari keringatnya. “Maka, pada perubahan anggaran keuangan (PAK) ini perlu segera ditambah anggaran selama lima bulan, agar cukup sampai 12 bulan,” cetusnya.
Di sisi lain, bosda madin mengalami penyusutan drastis pada 2022. Masih kata politikus PKB ini, anggaran bosda madin tersisa Rp 2,6 miliar. Di antaranya, Rp 1,2 M bantuan dari pemerintah provinsi dan Rp 260 juta dari pemkab. “Anggaran ini memprihatinkan sekali. Jomplangnya terlalu jauh,” kata dia.
Pria berkumis ini melanjutkan, bosda madin pada 2021 mencapai Rp 7 miliar. Itu meliputi Rp 4 miliar dari pemprov dan sisanya dari APBD Kabupaten Trenggalek. Menurutnya, penurunan anggaran bosda madin akan membuat para pengajar di sekolah diniyah kesulitan.
Alasannya, jumlah pengajar dan santri di sekolah diniyah Kabupaten Trenggalek tak sedikit. Adapun ustad sekolah diniyah di Trenggalek lebih dari 2.800 orang. Sementara jumlah santri mencapai 7.400-an. “Jumlah yang sebanyak itu. Saya kira mereka (pengajar) selama ini yang memikirkan bagaimana mengajarkan anak-anak kita di Trenggalek ini tentang agama dan lain sebagainya,” sambungnya. (tra/c1/rka)