TRENGGALEK – Tidak bisa berbuat banyak dan mencoba menerima putusan majelis hakim. Mungkin itu yang ada pada diri Gatot Purwanto (GT), terpidana tindak pidana korupsi (tipikor) penyertaan modal PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS). Kendati tidak sependapat dengan vonis yang dijatuhkan, dia bersama penasihat hukum (PH) tidak mengajukan banding.
Hal tersebut lantaran terpidana mengakui semua perbuatan pada perkara yang menelan kerugian negara sekitar Rp 7,3 miliar tersebut. Karena itu ketika pembacaan tuntutan hingga dilakukan vonis, GT tidak bisa berbuat banyak dan menerimanya. “Klien kami dalam persidangan itu mengaku bersalah, makanya jika mengajukan banding takut vonis yang diberikan lebih lama,” ungkap PH terpidana GT, Haris Yudhianto.
Dia melanjutkan, sebab vonis yang diberikan tersebut merupakan tuntutan minimal pada Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 30 Tahun 2002. Dari situ, GT dijatuhi ancaman hukuman pada pasal 2 yang merupakan tindakan korupsi melawan hukum. Namun di situ ada ganjalan, karena posisi GT saat itu sebagai kasi yang diberi tugas sebagai pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU). Karena itu dengan kedudukannya tersebut, GT tidak memiliki peran vital karena bukan sebagai pengambil keputusan dalam urusan kebirokrasian. “Seharusnya melihat kedudukannya seperti itu, klien kami dituntut sesuai pasal 3 tentang penyalahgunaan wewenang dengan ancaman minimal satu tahun penjara,” katanya.
Selain itu, perkara yang dipersidangkan tersebut ada rentetan dengan kasus korupsi pembangunan Pabrik Es Tirta Rahayu di Kecamatan Watulimo yang disidangkan pada 2013 lalu dengan vonis hukuman penjara enam tahun. Sebab, dana yang digunakan sebagai tipikor tersebut bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang sama. Apalagi berdasarkan fakta persidangan, GT tidak menikmati aliran dana tersebut, sebab yang sepenuhnya menikmati dan mengatur skema prosesnya adalah terdakwa lain yaitu Tatang Istiawan (TI).
Dengan demikian, seharusnya dalam proses ini dijadikan satu dengan perkara sebelumnya yang mendapat putusan pada 2013 tersebut. Sebab, saat itu semua hal tentang aliran APBD sudah terungkap. “Ini juga menjadi pertanyaan hakim, mengapa dulu tuntutan tidak dijadikan satu. Namun dengan tidak adanya banding yang kami ajukan dan jaksa penuntut umum, maka kasus ini telah inkracht,” jelas Haris.
Seperti yang diberitakan, Gatot Purwanto (GT) tampaknya harus mau menjalani sisa masa tua dengan merasakan dinginnya jeruji besi rumah tahanan negara (Rutan) Kelas II B Trenggalek. Pasalnya, mantan pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Kabupaten Trenggalek ini kembali mendapatkan vonis atas tindak pidana korupsi (tipikor) penyertaan modal PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS).
Akibatnya, terkait kasus tersebut GT mendapat vonis tambahan empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider dua bulan kurungan. Selain itu, terdakwa juga harus mengembalikan uang pengganti senilai Rp 368 juta. (jaz/c1/rka)