KABUPATEN BLITAR – Setelah menyisir berbagai industri kecil menengah (IKM) di sejumlah daerah di Jawa Timur untuk menemukan desa yang patut diinisiasi menjadi desa devisa, pada Minggu (27/2) sore, Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa meninjau langsung IKM Kendang Djimbe yang berlokasi di Desa Minggirsari, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.

Tak hanya berkunjung, orang nomor satu di Jatim itu juga memberikan dukungan penuh kepada Desa Minggirsari, Kecamatan Kanigoro, penghasil kendang djimbe, ini agar menjadi desa devisa yang mampu menjangkau pasar internasional secara lebih luas.
“Kami memang sedang hunting untuk memenuhi kuota 15 desa devisa yang disiapkan oleh LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia). Desa Minggirsari ini oleh Kadisperindag Jatim sudah diusulkan masuk dalam list desa yang akan di-assest oleh LPEI,” jelas Gubernur Khofifah.
Mantan Mensos RI itu mengatakan, keuntungan menjadi desa devisa adalah mendapatkan dukungan pembiayaan, perluasan akses pasar, serta desain baru dari LPEI yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas desa tersebut sehingga dampaknya akan bisa dirasakan langsung oleh pelaku industri kreatif warga setempat.
Selain bantuan pembiayaan, jelas Khofifah, desa devisa juga akan mendapatkan pendampingan guna meningkatkan nilai jual dari produk yang dihasilkan desa devisa tersebut. Di antaranya dengan mendatangkan designer yang akan membantu mendesain produk sesuai dengan permintaan pasar dari negara tujuan. Serta akan dibantu dalam perluasan akses marketnya.
“Bulan Maret ini mudah-mudahan LPEI pusat akan datang ke Jatim lagi untuk melakukan asesmen. Jadi, semua proses sampai persetujuan desa devisa dilakukan oleh LPEI pusat atas usulan disperindag provinsi, nanti dinas provinsi ini akan mengajak dulu tim LPEI Jatim,” ungkapnya.
Gubernur Khofifah menjelaskan, untuk dapat diusulkan menjadi desa devisa, sebuah desa harus memenuhi beberapa kualifikasi yang ditetapkan LPEI. Di antaranya memiliki produk yang unik, memiliki produk mandiri, terdapat beberapa perajin di desa tersebut, dan perajinnya telah ada dalam satu asosiasi.
“Syaratnya yakni produknya unik, produk sendiri dan bukan menjual produk karya pihak lain, satu desa itu ada beberapa unit perajin, dan yang keempat bahwa di desa itu unit perajinnya sudah terasosiasi dalam pengelompokan koperasi atau asosiasi,” terangnya.
Gubernur Khofifah berharap agar Desa Minggirsari bisa mendapatkan persetujuan dari LPEI pusat sebagai desa devisa. Pasalnya, kendang djimbe ini sesungguhnya telah merambah pasar mancanegara di China dan sedang mencoba pangsa pasar di Brazil.
Selain itu, Gubernur Khofifah juga mengungkapkan, jika mendapatkan approval dari LPEI, maka berkesempatan go internasional melebarkan sayap market ke negara lainnya. Karena bersamaan dengan berlangsungnya agenda G20 di Indonesia mulai Maret sampai akhir tahun, maka akan banyak peluang pasar yang bisa didapatkan.
“Karena ini bisa langsung di-display di G20, jadi yang sudah masuk kategori desa devisa kesempatan utamanya adalah produknya di-display dalam pertemuan-pertemuan G20 itu,” bebernya.
“Kita harap akan menjadi pasar baru bagi seluruh pelaku industri kreatif termasuk kendang djimbe,” tegasnya.
Pemilik CV Maharani Abadi, Basuki, produsen kendang Djimbe Desa Minggirsari menyampaikan terima kasih apabila produksinya dapat masuk dalam kualifikasi LPEI yang akan memberikan dukungan dalam pembiayaan produksi kendang djimbenya. Dia menuturkan bahwa selama ini tidak pernah berkeluh kesah tentang permasalahan dan kendala yang dialami.
“Andaikan nanti ada program ini, saya berterima kasih kepada ibu gubernur,” kata Basuki.
Sebagai informasi, kendang djimbe asal Blitar ini dibuat dengan berbahan dasar kayu mahoni. Produksi harian CV Maharani Abadi mencapai 125 unit kendang dengan mempekerjakan 14 orang pekerja. Selama pandemi ini, mereka hanya mampu mengeskpor satu kontainer, padahal sebelumya bisa mencapai delapan kontainer per hari. (*/c1/ady)