Tulungagung – Bergesernya nilai tabu dalam hal seksualitas menjadikan remaja semakin bergejolak dalam melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Ditambah, mudahnya akses situs dan konten pornografi merupakan perkenalan awal mereka dengan perbuatan asusila tersebut.
Banyak hal terkait kenakalan remaja yang dulunya dikatakan aib, sekarang justru menjadi sesuatu hal lumrah. Adapun kenakalan seperti minum-minuman beralkohol maupun seks bebas sudah menjadi pembahasan sehari-hari.“Cerita hubungan seksual ke teman-temannya itu sudah menjadi hal yang lumrah dan seperti tidak ada rasa malu saat menceritakan hal tersebut,” jelas pria sebut saja Bongol, kemarin (14/12).
Dia melontarkan kalimat tersebut tidak serta-merta karena kondisi pergaulan yang dilihatnya. Akan tetapi, terlibat langsung dengan pergaulan-pergaulan remaja dengan kondisi memprihantikan.
Menurut dia, memang tidak seluruh pergaulan remaja mengarah ke seks bebas. Namun, hal itu sudah merata dan hampir ada di sebagian besar pergaulan remaja.
Apalagi, kata dia, perkembangan teknologi mempermudah akses situs dan konten pornografi merupakan landasan awal remaja mengenal dunia seksualitas. Belum lagi hebohnya konten pornografi yang sempat terjadi beberapa waktu lalu. “Tergantung pribadi masing-masing. Tapi fenomena tersebut tidak bisa dipungkiri, termasuk konten pornografi kebaya merah yang sempat viral itu,” ujarnya.
Dia memilih untuk mengurangi perilaku seks bebas yang sempat dilakukan seiring bertambahnya usia dan kesadaran akan tindakan tersebut keliru. “Kalau dulu bisa dikatakan lebih parah. Baru sekarang-sekarang ini lebih sedikit membatasi untuk melakukan hubungan seksual, hanya melakukan dengan satu orang atau pacar,” paparnya.
Remaja berusia 22 tahun tersebut bahkan kesulitan untuk menghitung sudah berapa kali melakukan hubungan seksual. Saking seringnya berganti-ganti pasangan sehingga sulit mengingat. “Kalau sepuluh ya lebih, Mas. Itu pun bergonta-ganti dan tidak teratur. kadang sama ini, besoknya sama yang lain,” ungkapnya.
Dia sebenarnya sadar akan bahayanya penyakit menular yang diakibatkan seks bebas. Bahkan, tidak sedikit dari teman-temannya mengalami penyakit kelamin akibat melakoni seks bebas. “Tidak sampai HIV, yang banyak sifilis. Rata-rata sudah menderita sifilis. Karena itu saya membatasi aktivitas seksual,” tuturnya.
Berdasarkan pengalaman yang dilakoni, orang tua dan pornografi bukan menjadi faktor utama. Faktor terbesar yang memengaruhi yaitu pergaulan. Sebab, dia kerap berkumpul dengan teman-teman yang berusia lebih tua. “Mulai dari obrolan yang mengarah ke situ, dan saya di usia-usia itu kan rasa ingin tahu perihal seksual bisa dibilang tinggi. Jadi, saya bisa nyemplung ke dunia hitam itu,” tegasnya.
Rasa ingin tahu yang tinggi dibarengi dengan kurang dalam mengontrol nafsu membuatnya berani melakukan hubungan seksual. Sempat tebersit penyesalan dalam benaknya, tetapi penyesalan tersebut tidak bisa mengubah masa lalu yang telah terjadi. “Tidak munafik, namanya penyesalan itu pasti ada. Tapi kalau harus tidak melakukan hubungan seksual lagi, itu saya tidak bisa menjamin,” paparnya.
Disinggung ihwal kali pertama melakukan hubungan seksual, dia mengaku, kali pertama melakukan hubungan seksual pada usia 17 tahun atau sejak duduk di kelas 11 SMA. Itu pun dilakukan tidak dengan pacar, tetapi dengan salah satu pelayanan karaoke alias purel. “Berawal dari kenakalan minuman keras, lalu merambat untuk mencoba kenakalan lain seperti hubungan seksual. Karena ada kesempatan, pas karaoke dan setelah minum-minum itu,”
Berdasarkan pengalamannya, tanpa mendiskreditkan gender, perempuan yang pendiam dan kurang pergaulan justru lebih mudah terperangkap melakukan hubungan seksual. Mereka dengan karakter tersebut sulit untuk menerjemahkan nuraninya dan lebih cenderung mengalir dengan kondisi yang ada. “Minimnya edukasi seksual serta kurangnya dalam sosialisasi, membuat mereka sulit untuk menerjemahkan kehendak mereka. Mau menolak itu sulit ngomong-nya,” pungkasnya. (mg2/c1/din)