TULUNGAGUNG – Kabupaten Tulungagung membutuhkan setidaknya 11.162 ton kedelai setiap tahun. Stakeholder terkait terus mengupayakan ketersediaan kedelai mampu tercukupi dari produksi sendiri, tanpa harus melalui jalan impor.
Plt Kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kabupaten Tulungagung, Usmalik melalui Sekertaris DKP, Ledang Handiwiyono menjelaskan, komoditas kedelai merupakan sumber protein yang relatif murah dan merupakan bahan utama pembuatan tahu dan tempe untuk keperluan masyarakat secara umum. Karena itu, bisa dikatakan bahwa kedelai merupakan kebutuhan yang terbilang pokok.
Pria asal Desa Sobontoro, Kecamatan Boyolangu, ini mengatakan, konsumsi kedelai di Tulungagung diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya, berbanding dengan penambahan jumlah penduduk yang terjadi. Dengan pertambahan penduduk yang terjadi, kebutuhan kedelai tahun 2022 di Tulungagung diperkirakan sebanyak 11.162 ton dengan asumsi konsumsi kedelai masyarakat 10,7 kg per kapita per tahun dikalikan jumlah penduduk Kabupaten Tulungagung sebanyak 1.043.182 jiwa. Jadi, kebutuhan per bulan 930,17 ton, kebutuhan per minggu sebesar 217,04 ton, dan kebutuhan per hari 31 ton.
Dia melanjutkan, untuk mencukupi kebutuhan kedelai di Kabupaten Tulungagung seharusnya tersedia 10 persen lebih banyak dari kebutuhan. Yaitu sekitar 12.278 ton per tahun, kebutuhan per bulan 1023,2 ton, dan kebutuhan per hari 34,11 ton.
Menurut data pada Senin (21/2), ketersediaan kedelai di Tulungagung adalah 37,9 ton sedangkan kebutuhannya adalah 34,45 ton. Itu dengan harga berkisar antara Rp 13.500. “Kedelai di Tulungagung kemungkinan untuk ketersediaannya berasal dari kedelai impor,” katanya.
Dia melanjutkan, kenaikan harga disebabkan karena pasokan berkurang, dan faktor lain kemungkinan terkait tata niaga yang harus mendapat perhatian khusus dari satgas pangan, termasuk produktivitas yang harus ditingkatkan. Serta perubahan iklim dan cuaca, berkurangnya lahan kedelai, dan kurang minatnya petani membudidayakan komoditas kedelai karena keuntungannya sedikit dibanding dengan padi dan jagung.
Dia mengatakan, untuk Kabupaten Tulungagung, keadaan riil sesuai data produktivitas kedelai di Tulungagung masih rendah yaitu 1,4 ton per hektare (ha). Sedangkan, luas lahan tanaman kedelai di Tulungagung makin berkurang. “Bahkan tidak ada petani yang menanam pada bulan Januari. Akan sulit jika ketersediaan kedelai mengandalkan dari hasil pertanian di Tulungagung” katanya.
“Tidak mudah untuk peningkatan produktivitas kedelai di Tulungagung, karena kedelai dinilai bukan menjadi pilihan tanaman utama. Masih kalah dengan tanaman padi, jagung, atau tembakau,” tambahnya.
Dia melanjutkan, terkait ketersediaan dan berapa kebutuhan konsumsi kedelai dan komoditas pangan lainnya, peran DKP hanya sebatas mengakomodasi dari data yang ada di OPD lainnya. Khususnya mengenai data produksi. Maka, forum koordinasi selalu menjadi sarana untuk menyinergikan permasalahan terkait ketersediaan dan diharapkan ada sumbangsih untuk pemecahannya
Dia menambahkan, untuk itu pihaknya terus melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait yang tujuannya untuk upaya peningkatan produktivitas kedelai di Kabupaten Tulungagung. Dengan harapan, kebutuhan kedelai di kabupaten ini akan mampu tercukupi dengan hasil pertanian kedelai dari kabupaten sendiri, tanpa mendatangkan dari daerah lain. (mg1/c1/din)