TRENGGALEK -Kondisi peternak ayam kian memburuk dan tinggal selangkah untuk gulung tikar. Pasalnya, harga jual telur yang tak sebanding dengan biaya operasional sejak akhir 2019 silam.
Anggota Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN), Agus Santoso mengatakan, bermula dari kemunculan pandemi Covid-19. Kondisi para peternak bertambah buruk. Harga pakan naik menembus Rp 6 ribu per kilogram (kg). Di balik itu, harga jual telur selalu di bawah harga pokok penjualan (HPP). “HPP Rp 20 ribu, tapi dari kandang Rp 17 ribu-Rp 18 ribu per Minggu (20/2). Sebelumnya pernah Rp 15 ribu,” ungkapnya.
Kondisi itu sudah dirasakan sejak dua tahun lalu. Kondisi yang terburuk terjadi pada 2021, Agus mengaku, pada tahun itu harga jual telur sempat Rp 13 ribu per kg. Melihat kondisi peternak yang miris, Agus pun memasang banner kritikan ke pemerintah. Dalam kritikannya, peternak telur mandiri sudah menyerah. Peternak yang berskala 500-1000 ekor ayam atau skala rakyat, kalah bersaing dengan peternak-peternak besar. “Sudah selangkah lagi gulung tikar,” imbuhnya.
Agus mengatakan, pemerintah sebetulnya sudah punya aturan HPP telur Rp 19 ribu-Rp 20 ribu dari kandang. Aturan itu sudah sepadan dengan biaya operasional para peternak. Namun, kata dia, aturan itu tidak sesuai dengan implementasi di lapangan. Harga dari kandang terus di bawah HPP. “Dari aturannya itu sudah bagus, tapi kenapa di lapangan tidak sesuai dengan HPP,” ujarnya.
Pihaknya berharap agar pemerintah dapat melaksanakan fungsi kontrol tentang HPP telur sesuai dengan aturan. Menurutnya, dampak ketidaksesuaian harga dengan aturan yang ada merugikan para peternak. “Kami sudah mencoba berkoordinasi dengan dinas yang menaungi, tapi belum ada respons,” ungkapnya.
Sementara itu, Kades Mlinjon, Dendik Kuncoro membenarkan, kondisi para peternak memang mengalami keterpurukan sejak kemunculan pandemi Covid-19. “Harga pakan dan harga jual telurnya tidak sepadan, itu membuat peternak banyak yang sekarat bahkan pailit,” ujarnya.
Namun begitu, pemerintah desa (pemdes) tak bisa berbuat banyak untuk menyikapi kondisi tersebut. “Kami hanya bisa minta ke agen untuk ambil telur dari peternak lokal,” imbuhnya.(tra/c1/rka)