ePaper Radar Tulungagung | Semakin Dekat dengan Pembaca
Tuesday, March 28, 2023
  • Home
  • ePaper
  • About Us
  • Contact
  • Career
No Result
View All Result
  • Home
  • ePaper
  • About Us
  • Contact
  • Career
No Result
View All Result
ePaper Radar Tulungagung | Semakin Dekat dengan Pembaca
No Result
View All Result
Home Sosok

Harus Cermat karena Korban Bisa Dituduh sebagai Pelaku

Cerita Titim Fatmawati, Pendiri Komunitas Sahabat Perempuan dan Anak

by Radar Blitar Jawa Pos
in Sosok
0

KOTA BLITAR – Tanaman hijau di depan rumah itu tampak rapi dan cantik, selaras dengan deretan buku di rak ruang tamu. Hunian yang sejuk dan asri ini adalah rumah Titim Fatmawati, pendiri komunitas Sahabat Perempuan dan Anak (SAPUAN).

Aktivis perempuan ini tak jemu untuk memperkenalkan kesetaraan dan keadilan gender. Sebab, dia merasa budaya patriarki dinilai masih sangat kental, begitu juga di lingkungannya. “Ini yang menyebabkan terjadinya banyak kasus kekerasan terhadap perempuan,” ujarnya, mengawali percakapan dengan koran ini beberapa waktu lalu.

Melihat banyaknya kasus kekerasan pada perempuan, Titim tergerak hati. Pada awal 2000 lalu, dia mendatangi satu per satu penghuni lokalisasi di Blitar. Misinya adalah melakukan pendekatan dan memberikan edukasi. “Banyak yang mencibir karena saya berjilbab dan datang ke lokalisasi, tapi orang-orang kan tidak ada yang tahu tujuan saya ke sana,” katanya.

Butuh waktu tidak sebentar untuk melakukan pendekatan kepada para pekerja hiburan ini. Sebab, kebiasaan yang mereka lakukan jauh berbeda dengan solusi yang Titim tawarkan.

Butuh sekitar 10 tahun untuk menyadarkan kepada mereka bahwa perempuan bisa memiliki nilai lebih tinggi. “Banyak perempuan yang tinggal di sana karena keadaan terpaksa,” ungkapnya.

Perjuangan Titim tidak berhenti sampai di situ, advokasi perempuan kian massif dilakukan. Dia tidak sendiri, ada dukungan dari beberapa rekan dari luar daerah yang membantunya. Hingga pada akhirnya, dia mampu mendirikan komunitas SAPUAN pada 2015. “Dulu belum ada wadah khusus perempuan yang berfungsi melindungi dan melayani,” paparnya.

Perempuan ramah ini menyebut beberapa wilayah yang menjadi sasaran advonasi. Misalnya di Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro. Konon, di desa tersebut kerap terjadi kasus kekerasan seksual. Bekerja sama dengan pemerintah desa setempat, Titim berhasil mendirikan sekolah perempuan di desa tersebut. “Kami masih bisa melakukan sekolah perempuan di sana, meskipun dengan keterbatasan kuantitas personel,” tuturnya.

Akhir November hingga minggu kedua Desember ini, sebenarnya menjadi momen khusus untuk para perempuan. Yakni, 16 hari kampanye Hari Antikekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP). Sayangnya, momen 16 HAKTP belum terselenggara secara khusus. Padahal, kampanye 16 hari ini melewati banyak momen yang berkaitan dengan perempuan.

“Sejak 25 November hingga mengerucut pada 10 Desember, yakni hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Intinya, kekerasan terhadap perempuan merupakan bentuk pelanggaran HAM,” jelas ibu dari dua anak ini.

Titim mengungkapkan, per 2022 ini, dia telah mendampingi 13 kasus kekerasan, termasuk kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Blitar Raya. “Satu kasus kekerasan seksual oleh anak di bawah umur masih dalam proses penyidikan,” beber perempuan 43 tahun ini.

Dalam 16 HAKTP ini, terdiri dari beberapa momen penting. Di antaranya, Hari AIDS Sedunia, Hari Penghapusan Perbudakan, Hari Disabilitas Internasional, Hari Relawan Internasional, Hari Antitoleransi terhadap Kekerasan Perempuan, Hari Pembela HAM, hingga Hari HAM Internasional.

Penanganan advokasi kasus kekerasan terhadap perempuan dilakukan secara bertahap. Komunitas ini memastikan keamananan dan kerahasiaan data pelapor mengenai kasus yang dilaporkan. “Karena penanganan kasus kekerasan harus atas kesediaan pelapor.

Kalau keputusan anak-anak, kami serahkan kepada orang tuanya,” ujarnya.

Advokasi yang dilakukan komunitas ini tidak hanya semata dari para relawan dan aktivis perempuan. Titim dan rekan rekan sudah bekerja sama dengan pratikisi hukum, psikog, dan dinas terkait.

Menurut Titim, kekerasan sering kali terjadi karena budaya patriarki yang sangat tinggi sehingga menempatkan perempuan sebagai objek. Selain itu, ketidaksetaraan relasi dan kuasa bisa menjadi salah satu faktor kekerasan terhadap rumah tangga.

Perkembangan teknologi semakin pesat seiring dengan berjalannya waktu. Jika tidak bisa mengelola pola pikir dengan baik, kata Titim, hal ini bisa mengakibatkan terjadinya kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO). Baginya, penanganan kasus KBGO sangat rawan. Sebab, permasalahan ini berkaitan dengan UU ITE. “Jika penanganan KBGO tidak tepat, bisa jadi korban dituduh sebagai pelaku kekerasan,” ungkapnya.

Pencegahan kasus kekerasan harus dilakukan oleh semua pihak. Sebab, kasus kekerasan bisa terjadi oleh siapa pun dan di mana pun. “Tidak hanya perempuan yang menjadi korban, bahkan laki-laki juga bisa menjadi korban. Tidak pandang usia, baik anak-anak maupun dewasa,” tandasnya. (*/c1/hai)

Tags: blitarblitar hari iniblitar updatekabupaten blitarkota blitarperistiwa blitarradar blitarradar penataranradar tulungagung
ShareTweetSendShareShare

Leave a Reply Cancel reply

Connect with:
Facebook Google Twitter

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • About
  • Advertise
  • Careers
  • Contact
Call us: +1 234 JEG THEME
No Result
View All Result
  • Home
  • Politics
  • Sports
  • Travel

© 2023 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.