KOTA BLITAR – Dua arkeolog asal Blitar, Nugroho Harjo Lukito dan Nonuk Kristiana, berperan penting dalam mengungkap situs Candi Gedog. Namun siapa sangka, keduanya merupakan pasangan suami istri (pasutri). Tak jarang mereka kerja bersama meneliti temuan situs cagar budaya.
“Pak, Sampean yang sini saja. Yang sebelah sana biar mereka,” seru Nonuk kepada salah satu warga yang turut membantu ekskavasi situs Candi Gedog beberapa waktu lalu.
Saat itu, sejumlah warga bersama tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur (Jatim) sedang sibuk menggali temuan struktur yang diduga bangunan Candi Kelir. Itu adalah hari-hari terakhir ekskavasi situs Candi Gedog tahap keempat. Sejumlah benda termasuk struktur bangunan cagar budaya berhasil ditemukan. Tim BPCB hanya memiliki waktu delapan hari untuk bisa menemukan struktur situs yang lebih luas.
Di antara tim BPCB itu, ada dua orang penting di balik keberhasilan menemukan struktur-struktur situs cagar budaya yang diperkirakan peninggalan era Majapahit tersebut. Keduanya adalah Nugroho Harjo Lukito dan istrinya, Nonuk Kristiana.
Keduanya merupakan arkeolog BPCB Jatim yang ditugaskan untuk menguak keberadaan situs Candi Gedog di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. Situs itu berada di Punden Joko Pangon. Sebuah tempat yang selama ini disakralkan oleh masyarakat setempat.
Tahun ini sudah memasuki tahap keempat ekskavasi. Dimulai pada akhir 2019 lalu. Ekskavasi Candi Gedog berawal dari temuan arca kepala Kala di sebelah selatan candi utama yang berhasil ditemukan sekarang. “Kami menduga bangunan situs ini masih luas lagi. Tahun depan, kami melanjutkan ekskavasi untuk sisi utara dan barat. Menemukan denah Candi Gedog yang sebenarnya,” terang Nugroho Harjo Lukito yang juga ketua tim ekskavasi Candi Gedog, beberapa waktu lalu.
Bagi Nugroho dan Nonuk, situs Candi Gedog bukanlah objek situs cagar budaya pertama yang ditelitinya. Bisa jadi, itu adalah objek yang kesekian kalinya dari puluhan situs candi yang sudah diteliti di Jatim. Karena memang wilayah kerjanya sebatas Jatim.
Tidak jarang pula, keduanya ditugaskan bersama di satu daerah. Salah satunya adalah Blitar, tanah kelahiran Nonuk. Sementara suaminya, asal Jember. “Kami sekarang tinggal di Desa Ngoran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar,” ujar Nonuk.
Sudah 24 tahun keduanya mengabdi di BPCB Jatim. Keduanya menjabat sebagai pengkaji pelestarian cagar budaya. “Pak Nug (sapaan Nugroho) yang lebih dulu bertugas di BPCB. Tetapi sebelum di BPCB Jatim, Bapak di balai Arkeologi Banjarmasin, Kalimantan Selatan,” terang alumnus Arkeologi Universitas Udayana 2006 itu.
Ibu dua anak itu mulai bertugas di BPCB Trowulan Jatim sejak 1998. Sebelum itu, dia sempat bekerja di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Blitar. Sementara Nugroho sejak 2011. “Dari segi pengalaman, Bapak (Nugroho, Red) yang lebih banyak,” jelasnya.
Selama sama-sama bertugas di BPCB Jatim, keduanya tak jarang duet di satu objek ekskavasi situs. Beberapa kali ada temuan situs cagar budaya di Blitar, terkadang keduanya ditugaskan bareng. “Kadang juga kami ditugaskan di beda wilayah. Memang untuk tenaga arkeolog di BPCB itu harus dibagi,” kata perempuan berusia 50 tahun itu.
Sesuai aturan BPCB, lanjut dia, arkeolog harus meneliti objek situs cagar budaya yang sudah ditentukan sebelumnya. Dia mencontohkan dirinya dan suami yang meneliti situs Candi Gedog. “Dari awal ekskavasi itu kami yang meneliti. Jadi untuk seterusnya itu kami. Tidak bisa arkeolog lainnya. Sebab, yang mendata dari awal itu kami. Jadi, kami yang sudah memahami,” beber perempuan ramah itu.
Kolaborasi dalam bertugas untuk meneliti satu objek cagar budaya tak jarang menimbulkan perdebedaan pendapat. Nonuk menganggap itu sebagai hal yang wajar. Namun, perbedaan itu tetap harus disikapi secara bijaksana.
Ketika satu lapangan, mereka harus mengedepankan profesionalitas. Nonuk berupaya menghindari perdebatan yang tidak penting. “Intinya kami mengedepankan diskusi. Jika perlu diskusi, ya kami diskusi secara profesional untuk mengambil solusi yang tepat,” ungkapnya.
Diskusi harus dilakukan demi mengatasi masalah yang timbul di lapangan. Terkadang, masalah itu sampai dibahas di rumah. “Bahkan, sampai di meja makan jika memang ada yang harus diselesaikan demi mencari jawabannya. Itu tetap kami lanjutkan,” tegasnya.
Tugas arkeolog pasutri tersebut dalam menguak keberadaan situs cagar budaya yang terpendam di Jatim khususnya di tanah Blitar belum berakhir. Banyak situs peninggalan Majapahit yang masih harus digali dan diteliti. Tidak hanya situs Candi Gedog dan situs Karantengah, melainkan juga temuan situs lainnya yang tersebar di Blitar.
Berdasarkan hasil penelitian temuan objek cagar budaya di Blitar bahwa berupa situs bangunan, struktur, hingga benda. Baik di wilayah Kabupaten Blitar maupun Kota Blitar. Kebanyakan berasal dari peninggalan Majapahit. “Fungsi objek cagar budaya di wilayah Blitar pada umumnya sebagai situs untuk kepentingan religi. Belum pernah ditemukan situs di wilayah Blitar sebagai situs hunian ataupun situs permukiman, kecuali di situs Karangtengah kemarin,” tandasnya. (*/c1/wen)