TRENGGALEK – Pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang molor menjadi budaya yang mengekor di Bumi Menak Sopal. Tak ayal, hal itu mengakibatkan dua paket pekerjaan gagal tender selama 2022. Permasalahan itu pun belum menemukan solusi konkret saat ini. Hal itu terkesan adanya permasalahan dari sektor hulu dan hilir.
Kabag Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Trenggalek Joko Wahono mengaku, ada dua faktor yang memengaruhi keterlambatan pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi. Pertama, masalah sistem perencanaan. Menurut dia, model perencanaan sekarang masih menganut sistem di tahun anggaran yang sama. Misal, perencanaan dan penganggaran pada paket konstruksi A dilaksanakan pada 2022.
Diakuinya, model perencanaan itu kurang efektif dan efisien, karena seharusnya tiap awal tahun pejabat pembuat komitmen (PPK) sudah bisa bekerja. “Tiap awal Januari, SK itu sudah bisa diterbitkan, jadi PPK bisa langsung bekerja,” ucapnya.
Kedua, keterlambatan pelimpahan berkas paket dari organisasi perangkat daerah (OPD) teknis ke bagian pengadaan barang dan jasa. Joko mengaku keterlambatan pelimpahan itu masih kerap terjadi, padahal belum tentu proses lelang berjalan lancar. Karena itu, manajemen waktu sebagai upaya mengantisipasi proses lelang lebih lama. “Misal enam bulan jadwal pelaksanaan pekerjaan, itu di bulan kelima sudah bisa pelaksanaan,” ujarnya.
Dengan begitu, mengurai masalah keterlambatan pelaksanaan pekerjaan konstruksi, bisa dengan cara mengubah sistem perencanaan pada tahun anggaran sebelumnya. Artinya, semua paket pekerjaan telah mendapat kesepakatan anggaran antara legislatif dan eksekutif. “Bukan cuma proyek besar, proyek kecil pun bisa dengan sistem itu. Asalkan, legislatif dan eksekutif sudah klop,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Trenggalek Pranoto belum menanggapi tanggapan eksekutif tentang solusi keterlambatan pelaksanaan paket pekerjaan, karena enggan untuk dimintai komentar. (tra/c1/rka)