KOTA BLITAR – Belajar membatik memang tak mudah. Terlebih bagi para penyandang disabilitas. Namun bagi Suparmi, keterbatasan tidak menjadi halangan untuk berkarya. Utamanya untuk mewujudkan cita-cita anak agar bisa kuliah.
Sejumlah orang nampak sibuk dengan lembaran kain yang dibentangkan dengan frame alias bingkai kayu, siang kemarin (9/2). Saat ditelisik, mereka bukanlah masyarakat biasa. Namun orang-orang hebat. Sebab, meski memiliki keterbatasan fisik maupun mental, mereka tetap bisa berkarya. Mereka tampak antusias belajar membatik.
Satu di antara mereka adalah Suparmi. Dia terlihat fokus mewarnai kain batik dengan membawa wadah kecil di tangan kirinya. Tangan kanannya sedikit kaku menorehkan warna ke kain yang sudah dibentangkan itu.
Pola batik sudah tersedia pada kain itu. Suparmi tinggal memberikan warna pada beberapa bagian yang terdapat dalam motif batik tersebut. Tangannya sedikit bergetar, namun warna yang ditorehkan cukup lumayan. Tidak keluar dari garis motif yang ditentukan.
“Deg-degan sekali. Takut kalau salah. Takut tidak sesuai motifnya. Tapi ya harus bisa belajar,” katanya.
Perempuan asal Kelurahan Ngadirejo, Kecamatan Kepanjenkidul itu rupanya mengidap gangguan kejiwaan. Namun, secara perlahan kesembuhan mulai terlihat. Itu setelah rutin mengikuti pemeriksaan dan pengobatan, baik secara medis dan nonmedis.
“Saya gangguan jiwa, sejak kuliah dulu. Dulu saya umur 27 tahun. Dulu sangat stres dengan skripsi dan yudisium. Tapi sekarang sudah mulai sembuh,” akunya.
Suparmi tak menyerah. Bahkan sudah mencoba untuk mulai berdamai dengan masa lalunya. Tak heran jika kini dia mulai mencoba hal- hal baru untuk beraktivitas.
“Dulu pernah ikut latihan batik ciprat. Sekarang ikut lagi batik tulis. Ya supaya ada kegiatan baru. Mau serius sampai bisa buat sendiri,” katanya.
Semangatnya untuk belajar membatik terlihat jelas. Dia telaten mewarnai kain. Meskipun tangannya kotor, penuh dengan tetesan air pewarna kain.
Ada alasan kuat mengapa Suparmi begitu semangat belajar membatik. Dia tengah berusaha mewujudkan cita-cita buah hatinya agar dapat kuliah. Kini, anaknya memang sudah berada di bangku SMA tingkat akhir.
“Anak saya sudah mau kuliah, tapi tidak ada biaya. Jadi saya mau belajar, supaya nanti bisa buat batik. Terus nanti bisa cari biaya untuk kuliah anak saya,” jelasnya.
Kini, Suparmi tinggal bersama anak dan ibunya. Ibunya sudah renta. Bahkan tidak dapat melihat akibat menderita katarak. Hal itu juga menjadi keterbatasannya untuk melakukan aktivitas lain atau bekerja.
“Saya di rumah hanya ngurus ibu saja. Kalau anak ya sekolah. Susah mau bekerja atau aktivitas lain. Tapi saya mau belajar serius dalam pelatihan ini,” paparnya.
Suparmi mengaku senang mengikuti pelatihan membatik. Dia ingin membuat batik secara mandiri. Kemudian, menghasilkan banyak uang agar bisa membiayai kuliah anaknya, serta pengobatan ibunya. (*/c1/wen)