KABUPATEN BLITAR – Kebijakan pemerintah pusat menghapus subsidi pupuk membuat mayoritas petani “menjerit”. Pasalnya, harga pupuk pasti bakal lebih mahal. Otomatis, petani harus merogoh kocek lebih dalam.
Seperti diketahui, dalam waktu dekat, pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian (Kementan) berencana menghapus subsidi untuk tiga jenis pupuk. Yakni, SP-36, ZA, dan organik. Rencana itu diketahui bakal bergulir pada Juni mendatang.
Supandi, salah seorang petani Desa Sumberagung, Kecamatan Gandusari mengatakan, dihapusnya subsidi tiga pupuk itu bakal membuat petani kelimpungan. Sebab, sebagian petani tetap membutuhkan pupuk bersubsidi dari pemerintah.
“Kalau subsidi ditarik, petani ya repot. Karena harga pupuk nonsubsidi mahal,” ujarnya, kemarin (26/5).
Pria yang akrab disapa Pandi itu mengaku, pupuk subsidi sejauh ini cukup meringankan beban biaya tanam. Sebab, harganya masih ramah di kantong. Namun, dia tak mampu memahami skenario pemerintah dengan rencana menghapus subsidi pupuk itu.
“Seperti ZA dan SP-36, itu untuk menutrisi tumbuhan dan tanah. Tapi ya bagaimana lagi kalau itu keputusan pemerintah. Sebenarnya ya jangan (dihapus, Red) subsidinya,” katanya.
Hal senada dikatakan Yasifun, petani lainnya. Pria ramah itu menilai pemerintah selayaknya lebih fokus terhadap upaya membantu petani meraih sukses. Sebab, keuntungan pertanian yang kian menipis menjadi permasalahan tiap tahunnya.
Yasifun tak memungkiri, meski pekerjaannya sebagai petani menuntut banyak spekulasi, namun itu harus didukung pemerintah. Salah satunya dengan kelancaran distribusi pupuk bersubsidi sehingga petani mampu menekan biaya tanam yang membengkak.
“Harusnya pemerintah menyubsidi kami. Karena kalau dikurskan, biaya pupuk dan perawatan tanpa bantuan subsidi ya (untungnya, Red) tipis,” terangnya.
Menurut dia, kualitas pupuk nonsubsidi memang cukup bagus. Namun, seiring keputusan pemerintah terkait penghapusan pupuk subsidi, bukan tidak mungkin petani bakal beralih menggunakan pupuk subsidi urea dan NPK. Bahkan, petani bisa saja membeli pupuk nonsubsidi yang harganya relatif mahal.
Dia berharap pemerintah tak tutup mata untuk melihat lebih tajam kondisi pertanian. Sebab, tidak sedikit petani yang masih uring-uringan terkait distribusi pupuk hingga mahalnya pupuk nonsubsidi. Yasifun memastikan, terkait rencana kebijakan penghapusan tiga pupuk subsidi itu, kebanyakan petani tidak akan setuju.
“Kalau organic, kami bisa usaha sendiri, bisa pakai kotoran hewan ternak. Harusnya pemerintah lebih mendukung petani dan memudahkan petani. Padahal kan lahan kami luas. Berkaca ke negara lain, yang paling dibantu petaninya,” tandasnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertapa) Kabupaten Blitar, Wawan Widianto melalui Sekretaris, Nevi Setyabudiningsih mengakui, para kelompok tani sudah memahami informasi ini. Namun, dia tak menampik bahwa masih ada petani yang resah.
Kebijakan Kementan itu, kata Nevi, guna memaksimalkan distribusi dan meningkatkan jumlah pupuk subsidi urea dan NPK. Namun, dia masih urung mengerti apakah dengan ketentuan anyar itu dua pupuk tersebut bakal lebih banyak alokasinya.
“Nanti hanya urea dan NPK yang disubsidi. Sedangkan SP-36 dan ZA, itu harus selesai (diserap) pada Juni. Termasuk pupuk organik, akan dicabut subsidinya. Itu tidak masalah, semua sudah paham,” kata Nevi Setyabudiningsih beberapa waktu lalu. (mg2/c1/wen).