TULUNGAGUNG – Inspektorat Tulungagung kini disibukkan dengan dua kasus perangkat desa di dua kecamatan berbeda. Yaitu, Desa Boyolangu yang mengalami dugaan kecurangan dalam penjaringan perangkat desa, serta Desa Karanganom, Kecamatan Kauman, yang perangkat desanya diduga terlibat kasus perselingkuhan.
“Kasus Desa Boyolangu masih berlanjut, kami sedang melakukan pemanggilan terhadap pengadu yang tidak lain peserta ujian perangkat desa. Nanti kami akan memanggil panitia sebagai pembuat soal dan kepala desa,”ujar Kepala Inspektorat Tranggono.
Dia melanjutkan, proses pemeriksaan terhadap kasus di Desa Boyolangu ini tidak menggugurkan perangkat yang telah dilantik beberapa hari yang lalu. Itu karena yang berhak menggugurkan dan membatalkan suatu keputusan administrasi adalah Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pihaknya belum bisa memprediksi hasilnya karena masih satu sisi yang diselidiki sehingga menunggu semua pihak.
Dalam kasus ini, kata dia, tidak berani menargetkan berapa lama proses penyelidikan terhadap konflik penjaringan perangkat tersebut. Itu karena beberapa pengadu yang dipanggil tidak datang, dengan suatu alasan tertentu seperti masih sibuk hal lain, tetapi diusahakan secepatnya. Sebenarnya, inspektorat telah menyiapkan beberapa pertanyaan dan biasanya memakan waktu 2 jam penyelidikan. “Hasilnya tentang ditemukan atau tidaknya pelanggaran. Lalu, sesuai atau tidaknya dengan peraturan daerah (perda) dan peraturan bupati (perbup). Bila ada temuan bisa dijadikan pijakan ke PTUN bagi pengadu untuk mengajukan tuntutan,” terangnya.
Namun, jika pengadu telah puas dengan hasil penyelidikan yang diperoleh inspektorat dan tidak melanjutkan ke PTUN, maka kasusnya dianggap selesai. Dengan demikian, kasus dugaan kecurangan penjaringan perangkat ini tergantung penyelidikan dari inspektorat dan pengadu.
Sementara itu, kasus di Desa Karanganom, dia menyatakan bahwa perangkat desa WHS yang diduga terlibat kasus perselingkuhan telah diberikan surat peringatan ketiga (SP-3). Itu merupakan teguran dari kepala desa karena tidak masuk kerja selama hampir sebulan.
“Kami sebelumnya telah memeriksa WHS dan kepala desa, tetapi belum selesai diselidiki. Kini kepala desa memberi kesempatan WHS untuk masuk kerja, tetapi pihak yang bersangkutan tidak masuk kerja hampir sebulan sehingga dilakukan SP-3. Setelah itu tergantung keputusan kepala desa,” pungkasnya. (jar/c1/din)