KOTA BLITAR – Munculnya beberapa toko modern berjejaring baru di Kota Blitar telah diakui Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Blitar. Dinas telah mendata, sedikitnya ada empat toko berjejaring baru yang berdiri di Kota Blitar.
Padahal, sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2018, kuota serta zonasi pendirian toko berjejaring sudah terpenuhi yakni sebanyak 22 unit. Tampaknya, toko berjejaring bakal terus bertambah seiring perkembangan ekonomi yang makin pesat serta iklim investasi di bumi Bung Karno ini. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Blitar pun meminta pemerintah kota (Pemkot) Blitar untuk mengawasi perizinannya lebih ketat sembari menunggu regulasi yang jelas.
Saat ini ada dua regulasi yang menjadi pegangan untuk pendirian toko berjejaring. Yakni, Perda Nomor 1 Tahun 2018 dan regulasi OSS (online single submission). Namun, dua regulasi tersebut dinilai kontradiktif. ”Di satu sisi, sistem OSS memudahkan. Tapi di sisi lain, perda membatasi. Karena itu, kami minta pemkot untuk lebih ketat dan tegas dalam mengawasi pendirian toko berjejaring. Jangan sampai toko berjejaring baru yang berdiri menyalahi aturan yang ada,” kata Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Kota Blitar Dedik Hendarwanto kepada Koran ini kemarin (24/1).
Dedik mengatakan telah bertemu dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait guna membahas masalah toko modern berjejaring. Legislatif menyayangkan upaya pemkot yang kurang tegas dalam menindak toko-toko modern berjejaring baru yang menyalahi aturan. “Kami sudah berikan intruksi. Jika nanti ada toko waralaba yang hendak mendirikan usaha di kota, kami minta untuk meneliti berkas perizinannya. Apakah sudah sesuai dengan aturan yang ada atau belum. Sebab, saat ini sedang ada revisi peraturan RDTR (rencana detail tata ruang, Red),” jelasnya.
Karena itu, jika memang nantinya ada investor yang ingin mendirikan toko modern baru di Kota Blitar, DPMPTSP harus memastikan kejelasan dokumen perizinannya. Apakah toko modern yang akan didirikan itu jenis toko berjejaring atau bukan. Legislatif telah meminta pemkot untuk sementara tidak membuka perizinan toko berjejaring selama belum ada hasil revisi aturan RDTR maupun Perda Nomor 1 Tahun 2018.
Nah, jika memang berkas perizinan investor tersebut sudah memenuhi atau tidak menyalahi aturan, pemkot bisa mengizinkan untuk pendirian. Namun, jika perizinan tidak sesuai, maka jangan diizinkan. ”Ketika pendirian toko modern disiasati dengan menggunakan nama perorangan, ya monggo, karena di perda memperbolehkan. Tapi jika atas nama berjejaring, otomatis tidak boleh. Sewaktu-waktu, kami bisa rekomendasikan untuk ditutup,” jelas politikus PDIP ini.
Sementara itu, Kepala DPMPTSP Kota Blitar Heru Eko Pramono mengatakan, perkembangan investasi di Kota Blitar semakin pesat. Sebuah daerah memang membutuhkan investasi untuk tumbuh dan berkembang. “Tapi, jangan sampai investasi justru menimbulkan persoalan baru. Karena itu, kami bersama OPD terkait berupaya mencari solusi agar satu sama lain bisa tetap saling menguntungkan,” tandasnya. (sub/c1)