KOTA BLITAR – Budi daya jamur tiram kian “menjamur” dengan sederet keuntungan. Seperti dialami Eni Purwanti, warga Desa Sumberagung, Kecamatan Gandusari. Meski di tahun pertama sempat kewalahan, tetapi bisnis tersebut sukses jadi andalannya. Per bulan, tak kurang jutaan rupiah omzet yang berhasil dia kantongi.
Kerja keras tak akan mengkhianati hasil. Kalimat tersebut dipegang teguh oleh perempuan yang akrab disapa Eni itu. Dia dan sang suami, Widayanto, berjibaku mempelajari produksi jamur tiram mulai 2019 lalu. Meski awalnya terasa asing, tetapi jamur-jamur itu rupanya diminati konsumen. Kuncinya, konsistensi menjaga kualitas jamur.
Perlu diketahui, Eni sebelumnya menekuni ternak ayam. Sayangnya, dia menilai keuntungan lebih kecil dibanding biaya operasional, termasuk harga pakan yang melambung. Terlebih, ayam juga rawan sakit. Kondisi itu lantas membuatnya memutar otak hingga beralih budi daya jamur. “Semua berawal dari nol. Saya belajar dan sering gagal. Tapi sekarang, malah kami tidak bisa memenuhi tingginya permintaan pasar,” ujarnya.
Bekas kandang ayam itu sudah terisi sekitar 7.000 media tanam jamur alias baglog produktif. Sementara baglog apkir berada di tempat terpisah. “Yang apkir masih bisa digunakan. Kalau sudah tidak terpakai bisa juga untuk budi daya cacing dan pupuk tanaman,” jelasnya.
Proses budi daya jamur tiram itu membutuhkan bahan-bahan sederhana. Di antaranya, serbuk hasil gergaji kayu sengon, bekatul, kapur, kebi, hingga bibit jamur. Mengolahnya pun tak boleh asal-asalan. Bahan tersebut lalu dicampur dalam satu wadah dengan sedikit air. Selanjutnya, digiling dan dicetak menggunakan mesin.
“Setelah itu barulah dioven atau kukus sampai 200 derajat selama kurang lebih 8-9 jam. Terus didinginkan sehari dan diberi bibit jamur,” ujarnya.
Tahapan tersebut jadi salah satu faktor penentu kualitas jamur. Karena itu, penanganan yang keliru otomatis memicu kerugian imbas pertumbuhan jamur tidak maksimal. Selain itu, selama dikemas dalam media tanam alias baglog, kondisi udara harus lembab. Namun, saat musim kemarau, lanjut dia, baglog disiram dua kali sepekan.
Perempuan ramah itu menambahkan, saat pertama budi daya, jamur akan tumbuh setelah 45 hari proses tanam. Beberapa hari berikutnya, jamur siap dipanen saat ukurannya lebih besar. “Kalau sudah panen sekali, setelah itu bisa dipanen setiap hari. Karena baglog samping-sampingnya tumbuh terus,” imbuhnya.
Soal produktivitas, jelas dia, per hari Eni mampu memanen sekitar 25 kilogram (kg), 35 kg, hingga 1 kuintal. Jamur bernama ilmiah Pleurotus ostreatus itu lantas didistribusikan di pasar-pasar tradisional. Dari bisnis tersebut, dia mampu meraup keuntungan lebih dari Rp 6 juta tiap bulan. “Modalnya harus sabar, telaten, dan harus rutin dipantau supaya tidak ada hama,” tandasnya. (luk/c1/wen)