TRENGGALEK – Masyarakat harus berhati-hati dalam melakukan jual beli barang bersubsidi. Jika tidak, bisa senasib dengan M, warga Desa Ngadisuko, Kecamatan Durenan. Pria 46 tahun tersebut ditangkap Satreskrim Polres Trenggalek lantaran diduga kuat telah melakukan penyalahgunaan pengadaan, memperjualbelikan dan menyalurkan pupuk bersubsidi tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan.
Kini kendati tidak dilakukan penahanan pemeriksaan terhadap M terus dilakukan. Bersamaan itu turut diamankan barang bukti berupa 311 karung pupuk bersubsidi berbagai merk yang dibeli pelaku bukan dari distributor resmi. Pupuk bersubsidi tersebut seperti 18 karung pupuk Urea kemasan 50 kilogram (Kg), 32 karung pupuk NPK kemasan 50 Kg, 17 karung pupuk SP-36 kemasan 50 Kg, 52 karung pupuk ZA kemasan 50 Kg dan 194 karung pupuk Petroganik kemasan 40 Kg. “Untuk pelaku tidak kami tahan dengan pertimbangan dia kooperatif, dan tuntutan dibawah lima tahun penjara,” ungkap Wakapolres Trenggalek Kompol Haryanto.
Dia melanjutkan, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan petugas kasus tersebut bermula ketika pelaku yang merupakan pemilik kios resmi yang ditunjuk sebagai pengecer pupuk bersubsidi membeli pupuk bersubsidi tersebut dari pedagang yang kebetulan datang ke kios miliknya. Setelah itu dia menjual kembali pupuk tersebut secara bebas di luar wilayah cakupan atau tanggung jawabnya sebagai pemilik kios resmi. Bahkan harga yang dipatok semuanya melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah. “Proses penyelidikan itu dimulai dari laporan masyarakat yang resah akan aktivitas jual beli pupuk subsidi diatas HET. Apalagi aksi tersebut telah dilakukan sejak tahun lalu (2021-red),” katanya.
Karena itu, petugas bergerak untuk melakukan penyelidikan secara mendalam. Hingga menemukan fakta terkait laporan dari masyarakat tersebut. Dari situ didapat bahwa berbagai jenis pupuk tersebut dijual dengan rata-rata seharga Rp 200 ribu setiap karungnya. Padahal untuk HET pupuk jenis tersebut termahal adalah SP-36 seharga Rp 120 ribu setiap karungnya. Selain itu pengadaan pupuk tersebut bukan dari distributor resmi, melainkan dari pedagang pupuk keliling.
Bahkan untuk mengelabui distributor maupun petugas penyuluh pertanian setempat, pupuk tersebut disimpan di gudang yang terletak di samping rumahnya. Sehingga aktivitas tersebut murni dilakukan untuk mendapatkan keuntungan lebih di luar keuntungan yang diperoleh sebagai pengecer resmi pupuk bersubsidi.
Nantinya jika terbukti bersalah pelaku akan dikenakan pasal berlapis. Salah satunya dengan pasal pasal 6 Ayat (1) huruf b Jo pasal (1) sub 3e Undang-undang Darurat Nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan,Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi dan sebagainya dengan ancaman hukuman maksimal dua tahun penjara. “Akibat kegiatan itu, ditaksir kerugian mencapai Rp 18,37 juta, dan kami akan terus memproses kasus ini,” jelas polisi satu melati di pundak ini. (jaz/rka)