KOTA BLITAR – Kepala Desa (Kades) Ngadri, Kecamatan Binangun, Miftakhul Munif, terdakwa kasus bantuan sosial tunai (BST), divonis 1 tahun 8 bulan. Itu setengah tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Kendati begitu, kedua belah pihak tampak kompak dalam meyikapi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Blitar. Yakni, pikir-pikir dulu.
Sidang dengan agenda putusan dalam perkara penyalahgunaan dana bantuan fakir miskin ini dimulai sekitar pukul 11.00 WIB. Sekitar setengah jam, Ketua Majelis Hakim Sugiri Wiryandono membacakan putusan tersebut. Suasana cukup tegang. Begitu juga Miftakhul Munif yang mengikuti rangakain persidangan dari Lapas Kelas IIB Blitar secara daring.
Maklum, ketua majelis hakim menyebutkan satu per satu bukti penyalahgunaan dana bantuan untuk warga kurang mampu tersebut. Misalnya, pencairan dana bantuan yang dilakukan tanpa sepengetahuan calon penerima manfaat program yang tercantum dalam daftar nonimiatif (danom). “Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar undang-udang tentang penanganan fakir miskin,” tegas Sugiri Wiryandono.
Majelis hakim juga menyebutkan sejumlah barang bukti. Seperti, danom, surat pemberitahuan, hingga handphone milik Munif. Barang bukti dokumen ini akan dikembalikan kepada PT POS, sedangkan sarana komunikasi milik kepala desa itu akan dirampas oleh negara untuk dihancurkan. “Handphone dirampas untuk dimusnahkan, dengan pertimbangan untuk menghindarri tindak pinda baru di kemudian hari,” ujarnya.
Di ujung pembacaan putusan, Sugiri menyebut Munif diputuskan bersalah dan harus menjalani pidana penjara 1 tahun 8 bulan. Dia juga menyampaikan beberapa pertimbangan hakim dalam memberikan hukuman ini.
Hal yang dinilai memberatkan, yakni Munif tidak mendukung pemerintah dalam menangani fakir miskin. Adapun hal yang meringankan, Munif mengakui kesalahan serta tidak akan mengulangi perbuatan melawan hukum lagi.
Sementara, putusan dari pengadilan negeri itu belum memiliki kekuatan hukum tetap. Sebab masih ada kesempatan bagi terdakwa untuk melakukan upaya hukum lanjutan. Tentunya ada batasan waktu yang ditentukan untuk proses tersebut, yakni 14 hari. Hal ini juga berlaku untuk pihak penuntut dalam perkara tesebut. “Bagaimana saudara terdakwa dan saudara penasihat hukum?” tanya Sugiri.
Kuasa hukum Miftakhul Munif, Dadang H Suwoto lantas berkordinasi secara daring untuk memberikan beberapa pilihan kepada kliennya. “Apakah menerima atau masih dipikir-pikir dulu?” ucapnya memberikan pilihan kepada Munif. “Ya, Yang Mulia, kami pikir-pikir dulu,” jawab Munif dari balik layar monitor.
Bagaimana saudara penuntut umum, tanya Sugiri sembari menoleh kepada Faetony Yosy Abdullah yang notabene jaksa penuntut dalam kasus ini. “Sama, kami pikir-pikir dulu, Yang Mulia,” jawab Faetony.
Untuk diingat kembali, Miftakhul Munif didakwa melanggar Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara. Dalam perjalannya, jaksa penuntut umum berharap yang bersangkutan dihukum 2,4 tahun penjara dalam tuntutanya. (hai/c1/wen)