KABUPATEN BLITAR – Relokasi warga terdampak tanah retak di Desa Balerejo, Kecamatan Panggungrejo tidak sulit dilakukan. Itu jika pemerintah daerah berkeinginan menggunakan kawasan hutan sebagai tempat untuk memindahkan warga terdampak bencana hidrometeorologi tersebut. Hanya saja, harus disosialisasikan statusnya sebagai pengguna lahan bukan pemilik.
“Itu bisa kok, tapi pengajuannya bukan ke kami tapi ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” ujar Wakil Administrator Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Blitar Agus Suryawan, kemarin (23/10).
Dia mengungkapkan, pemerintah daerah tidak harus menyediakan lahan pengganti sebagai kompensasi pemanfaatan kawasan hutan. Itu karena kawasan hutan tersebut hendak digunakan untuk penanganan dampak bencana alam.
Disisi lain, pemerintah dalam hal ini KLHK sudah mengeluarkan regulasi baru dalam pengelolaan kawasan hutan. Itu tersurat dalam Permen KLHK Nomor 7 Tahun 2021 tentang perencanaan kehutanan, perubahan peruntukan kawasan hutan, dan perubahan fungsi kawasan hutan, serta penggunaan kawasan hutan kegiatan pertambangan. “Namun statusnya nanti hanya sebatas hak pakai, bukan hak milik,” katanya.
Wawan menegaskan, peran KPH Blitar hanya sebatas menjadi fasilitator saja. Memastikan kesiapan lahan atau merekomendasikan area lahan yang nanti digunakan untuk memindahkan warga terdampak bencana tersebut.
“Tapi harus jelas juga berapa luasan lahan yang nanti dibutuhkan. Agar kami yang di lapangan juga bisa memastikan kawasan hutan yang cocok untuk kepentingan tersebut,” terangnya.
Sepengetahuan dia, pemerintah dalam hal ini KLHK tidak melihat berapa aset yang dimiliki warga terdampak. Dengan begitu, tidak ada perbedaan luasan atau jumlah lahan hutan yang nanti digunakan masing-masing warga terdampak. “Kami tidak menghitung berapa jumlah warga yang terdampaknya tapi jumlah area hutan yang dibutuhkan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blitar Ivong Berttyanto mengatakan, data warga yang kini terdampak tanah retak di Desa Balerejo, Kecamatan Panggungrejo sekitar 35 KK atau sekitar 165 jiwa.
Pihaknya juga tidak menampik, data yang tersebar kemungkinan berbeda. Namun, pihaknya meyakini data yang dimiliki tersebut valid. “Memang di sana ada kepala desa dan perangkat, tapi hasil pendataan kami itu jumlah warga terdampak yang kami catat,” bebernya.
Ivong belum bisa mememastikan apakah fenomena yang terjadi di wilayah Blitar selatan ini masuk kategori tanah gerak. Karena alasan ini pula, pemerintah berencana mengundang pusat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi (PVMBG) untuk melakukan penelitian. “Kami sudah kirim suratnya, kemungkinan pada tanggal 30 Oktober ke Blitar,” tandasnya. (hai/ady)