TULUNGAGUNG – Pengentasan kawasan kumuh di kabupaten ini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang tak kunjung usai bagi Pemkab Tulungagung. Nyatanya, terdapat sekitar 300 hektare (ha) kawasan kumuh di Bumi Lawadan ini.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Tulungagung Anang Pratistianto mengaku, kawasan kumuh itu tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Tulungagung. Di antaranya, Kecamatan Tulungagung, Boyolangu, Sumbergempol, Ngunut, dan Kauman. Namun, kawasan kumuh yang mendominasi berada di Kecamatan Tulungagung.
Itu merupakan sisa karena pada tahun 2022 pihaknya telah melakukan penanganan terhadap 50 ha kawasan kumuh. Pasalnya, kalau tidak segera ditangani, adanya kawasan kumuh tersebut bisa menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat setempat. ”Penanganan 50 ha kawasan kumuh tersebut berada di kawasan sekitar Sungai Ngrowo, sedangkan 300 ha kawasan kumuh yang kini belum ditangani masih kami coba ajukan untuk segera tertangani,” ungkap Anang, sapaan akrab pria tersebut.
Suatu kawasan bisa dikatakan sebagai kawasan kumuh apabila dilihat dari beberapa aspek. Antara lain, kondisi rumah, kondisi jalan lingkungan, kondisi ketersediaan air bersih, kondisi drainase, kondisi pengelolaan air limbah, dan kondisi pengelolaan sampah. ”Jika suatu kawasan terdapat salah satu kriteria tersebut, maka kawasan itu menjadi kawasan kumuh. Kalau di Tulungagung sendiri, mayoritas disebabkan karena faktor kurangnya saluran drainase,” katanya.
Dia melanjutkan, guna menangani sisanya, sebenarnya bisa dilakukan dengan program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). Namun, terdapat informasi bahwa program Kotaku akan berakhir pada tahun ini. Tentu saja itu merupakan suatu hal yang bisa menghambat untuk menangani permasalahan kawasan kumuh di Tulungagung.
”Akan tetapi, pada tahun ini kami sudah ajukan sebanyak 30 ha kawasan kumuh untuk mendapatkan program Kotaku. Namun, tidak bisa dipastikan, apakah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat atau tidak,” tandasnya.
Tak mau putus asa karena program Kotaku ditiadakan, Anang menyebut masih punya skema lain yang bisa digunakan sebagai jalan untuk menuntaskan permasalahan ini. Yaitu dengan menggunakan dana dari APBD Tulungagung. Meski demikian, belum dapat dipastikan berapa total anggaran yang dibutuhkan nantinya. Namun, karena jumlah kawasan kumuh di Tulungagung itu masih banyak, yang jelas akan membutuhkan anggaran hingga miliaran rupiah.
”Untuk angka pastinya berapa, masih belum kami hitung. Namun, jika program Kotaku sudah tidak ada, tentu kami akan mengambil anggaran dari APBD untuk menyelesaikan permasalahan kawasan kumuh di Tulungagung,” tandasnya. (mg1/c1/din)