TULUNGAGUNG – Langkah Polres Tulungagung melakukan penghentian kasus kekerasan seksual terhadap santri di Kecamatan Boyalangu, menuai kecaman dari berbagai lembaga peduli hak perempuan dan anak. Termasuk Lembaga Konsultasi, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (LP3A) Fatayat yang menyesalkan langkah dari penegak hukum.
Baca juga Kasus Pencabulan Guru Ngaji di Boyolangu Berakhir Damai, Polisi Berdalih Laporan Dicabut
“Tidak ada excuse (alasan, Red) untuk pelaku kekerasan seksual ini bisa bebas. Dengan kondisi tersebut mencederai keadilan,” ungkap Sekretaris LKP3A Fatayat Tulungagung Laili Nikmah, kemarin (5/1).
Dia mengatakan, unsur perdamaian antara pelaku dan keluarga korban ini tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak melanjutkan persoalan kekerasan seksual. Apalagi, dari hasil pendampingan beberapa waktu lalu terhadap korban, ada pengakuan korban kekerasan seksual saat menimba ilmu. Pelaku sudah mengakui melakukan tindakan asusila. Dengan demikian, bisa dijadikan bukti cukup untuk menjerat ke ranah hukum.
Dia menegaskan, dampak psikologi dari kekerasan seksual ini sangat berat. Korban tentu ingat dengan peristiwa yang dialami. “Kita (LKP3A Fatayat) sudah melakukan pendampingan ke korban agar tetap semangat dan beraktivitas normal,” kata perempuan berkerundung tersebut.
Dengan penghentian kasus kekerasan seksual ini, akan jadi preseden buruk nanti. “Bagaimanapun keadilan harus ditegakkan, jangan melindungi pelaku pelecehan seksual,” ungkapnya. (mg1/c1/din/dfs)