TRENGGALEK – Gathot Purwanto (GT) tampaknya harus rela menjalani sisa hidupnya di balik jeruji besi. Pasalnya, mantan Plt Direktur Utama Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Pemkab Trenggalek tersebut kembali terjerat kasus dugaan korupsi.
Terbaru, GT menjadi terdakwa dalam rentetan kasus korupsi penyertaan modal percetakan PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS) yang menyeret mantan Bupati Soeharto. Kasus tersebut sejauh ini menjadi kasus keempat yang menjerat GT. “Kasus tersebut (penyertaan modal PT BGS-red) saat ini masih dalam persidangan,” ungkap Kajari Trenggalek Darfiah, melalui kepala seksi tindak pidana khusus, Dodi Novalita.
Dia melanjutkan, dalam dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) tersebut, GT berperan sebagai jembatan antara Bupati Trenggalek kala itu Soeharto dengan Tatang Istiawan selaku investor atau pihak ketiga. Hingga akhirnya, mereka bisa mendirikan usaha percetakan PT BGS. Berkat usaha sebagai penghubung tersebut, Pemkab Trenggalek menggelontorkan anggaran penyertaan modal Rp 10,8 miliar untuk sejumlah unit usaha di PDAU. Bahkan, sekitar Rp 7,13 miliar di antaranya digunakan untuk pendirian percetakan PT BGS. “Dalam kasus tersebut, istilahnya terdakwa berperan sebagai tukang lobi,” katanya.
Dari situ akhirnya disepakati pendirian perusahaan percetakan PDAU yang menjalin kerja sama dengan PT Surabaya Sore milik Tatang Istiawan. Namun, dalam perjalanannya terjadi sejumlah persoalan dan dugaan penyelewengan. Dari audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur (Jatim), ditemukan kerugian keuangan negara Rp 7,4 miliar. Karena itu, proses penyidikan terus dilakukan jaksa, hingga sudah ada 28 saksi yang diperiksa di luar saksi ahli. 12 saksi di antaranya adalah anggota dan mantan anggota DPRD Kabupaten Trenggalek.
Kasus tersebut merupakan kasus terbaru yang menjalani proses persidangan, sebab tiga kasus terdahulu telah mendapatkan putusan persidangan. Itu seperti pada 2013 lalu, GT diproses dalam korupsi pembangunan pabrik es Tirta Rahayu di Pelabuhan Prigi, Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, Trenggalek. Dalam kasus tersebut, terpidana dijatuhi hukuman enam tahun, sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Serta pada 2015 lalu, GT kembali mendapatkan vonis tiga tahun empat bulan penjara, dalam kasus korupsi proyek akuisisi BPR Prima Durenan yang merugikan keuangan negara Rp 500 juta. Sedangkan, ketiga adalah penyertaan modal pada Unit Pengelola Usaha Daerah (UPUD) di Kecamatan Watulimo, dengan putusan lima tahun penjara.
Jika vonis pidana penjara yang diterima GT dijumlahkan, sekaligus pidana penjara pengganti jika tidak mampu membayar denda dan uang pengganti, diperkirakan telah melebihi batas maksimal pidana 20 tahun penjara. Dengan demikian, jaksa penuntut umum (JPU) akan konsultasi dengan pimpinan Kejati Jawa Timur untuk penuntutan nanti. “Jadi, kami juga akan mencari tahu lagi putusan-putusan itu, apakah sudah inkracht semua atau belum. Saat ini terdakwa masih menjalani masa penahanan di Rutan Kelas IIB Trenggalek. Sedangkan untuk jalanan persidangan hari ini (kemarin, 22/2-red) agendanya pemeriksaan saksi ahli dari BPKP, “ jelas Dodi. (jaz/c1/rka)