TRENGGALEK – Permasalahan makam ilegal juga misterius di wilayah Kelurahan Kelutan, Kecamatan Trenggalek, tampaknya bakal terus berjalan di tempat. Pasalnya, berbagai upaya penyelesaian hingga mediasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil. Ini seperti yang terlihat ketika dilakukan mediasi antara warga dan pihak Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jawa Timur (Jatim) di kantor Kelurahan Kelutan, kemarin (14/7).
Berdasarkan pantauan Jawa Pos Radar Trenggalek, mediasi yang dimulai sekitar pukul 09.30 WIB tersebut kembali menemui jalan buntu. Alasannya, warga merasa bahwa keluhannya untuk memindahkan makam tersebut tidak dihiraukan oleh pemerintah, baik itu pemkab maupun Kemenkumham. Mereka tetap saja menawarkan penyelesaian agar makam tetap berada di lokasi tersebut dan nantinya tidak ada makam lain. Tentu saja hal tersebut membuat masyarakat muak. Sebab, sebelumnya solusi tersebut ditawarkan oleh pemilik lahan dan juga ahli waris.
Mengetahui hal tersebut, warga dari perwakilan RT di Kelurahan Kelutan yang datang langsung membubarkan diri, karena merasa tuntutannya memenuhi jalan buntu dan tidak diindahkan oleh pemerintah. “Tindakan itu dilakukan karena kami ingin keputusan dari pemerintah tentang tindakan pelanggaran itu, bukannya solusi atau opsi seperti itu. Sebab, opsi yang disampaikan telah kami dengar sejak awal dari pelaku,” ungkap perwakilan warga Kelurahan Kelutan, Ali Mustakim.
Sementara itu, Kabid HAM Kemenkumham Kanwil Jatim Wiwit Purwaning Iswandari yang memimpin jalannya mediasi tersebut menambahkan, dalam persoalan ini Kemenkumham sebagai perwakilan pemerintah harus berada di tengah. Dengan demikian, dalam proses penyelesaiannya harus bisa mengakomodasi keinginan warga Kelurahan Kelutan, ahli waris, dan juga pemilik tanah untuk makam. Namun, dalam hal ini warga tetap bersikukuh agar makam tersebut dibongkar, yang nantinya bisa melanggar HAM. “Lahan untuk makam tersebut merupakan milik pribadi sehingga itu hak pemilik, mau diapakan terserah,” imbuhnya.
Dia melanjutkan, namun dalam proses tahapan penggunaan lahan tersebut ada etika di masyarakat yang tidak dilalui. Akibatnya, hal tersebut menjadi kesalahan fatal yang dilakukan pemilik lahan maupun ahli waris, karena warga merasa ada arogansi. Karena itu, nantinya Kemenkumham akan bernegosiasi dengan ahli waris terkait hal tersebut. “Jadi selama belum ada aturannya, jika itu lahan pribadi maka tindakan itu diperbolehkan. Karena itu merupakan hak pemilik, sebab peraturannya masih kosong,” katanya.
Alasannya, aturan yang ada masih peraturan pemerintah (PP) tentang penyediaan penggunaan tanah untuk keperluan tempat pemakaman, yang sudah diterbitkan pada 1987 sehingga aturan di bawahnya belum ada. Selain itu, persyaratan kelengkapan dokumen sebelumnya belum terpenuhi. Namun, seiring berjalannya waktu telah terpenuhi. Kemudian, guna solusi penyelesaiannya, Kemenkumham sepakat dengan apa yang ditawarkan oleh bupati, yaitu makam tetap berada di situ dan juga tidak ditambah. Sebab, solusi tersebut telah mengakomodasi kepentingan semua pihak. “Jika diminta untuk membuat rekomendasi, itu yang akan kami lakukan. Namun dalam hal ini, terlebih dahulu kami akan meminta pemkab untuk berbicara dengan Bu Emi (ahli waris, Red) tentang keinginan warga yang seperti itu dan apa sikapnya,” jelasnya. (jaz/c1/rka)