TRENGGALEK – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen-ESDM) dinilai mengesampingkan ancaman perusakan lingkungan. Apalagi, hal ini terungkap dari balasan surat permohonan Bupati Trenggalek mengenai peninjauan ulang izin usaha pertambangan operasional produksi (IUP OP) PT Sumber Mineral Nusantara (SMN).
Koordinator ART Mukti Satiti mengungkapkan, dalam surat jawaban poin pertama, Kementerian ESDM menyatakan bahwa area yang digunakan untuk kegiatan operasi produksi (project area) adalah seluas 396,5 hektare (ha). Hal ini sesuai dengan studi kelayakan yang sudah disetujui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur Nomor 545/2859/124.2/2018 tanggal 31 Agustus 2018.
Di luar wilayah tersebut, PT SMN dapat melakukan kegiatan eksplorasi lanjutan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan rencana kerja dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. “Tapi, itu tidak menyentuh inti permasalahannya. Karena posisinya, tambang emas sejak awal sudah ditolak masyarakat. Yang masuk IUP 396,5 ha, tapi yang masuk ke WIUP (Wilayah IUP) itu 12.183,41 ha. Seolah-olah Kementerian ESDM lepas tangan. Padahal, masyarakat itu sudah melihat kejanggalan besar sekali,” ujar Mukti.
Mukti menjelaskan bahwa IUP OP atau eksploitasi tambang emas PT SMN sudah terbit sejak 2019. Tapi, tidak ada kegiatan eksploitasi sama sekali dari PT SMN tiga tahun (sampai 2022, Red). Selain itu, proses penerbitan IUP tambang emas terindikasi ada “permainan” dari pihak PT SMN dan pemerintah. “Harusnya bisa menjadi evaluasi yang bisa dituntut, karena maksudnya bisa dicabut izinnya. Karena kalau dalam peraturannya, jika IUP itu sudah diberikan tapi belum ada proses pengerjaan sama sekali, IUP itu bisa dicabut,” jelas Mukti.
Dalam poin kedua, Kementerian ESDM menyatakan PT SMN diminta untuk melakukan kajian aspek teknis, keekonomian, dan lingkungan. Terkait penciutan secara bertahap, sebagian area WIUP PT SMN yang termasuk dalam kategori kawasan lindung karst, sempadan mata air, dan kawasan rawan longsor sesuai dengan yang tercantum dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek yang berlaku.
Menurut Mukti, jawaban Kementerian ESDM poin kedua itu akal-akalan birokrasi di tingkatan kementerian, provinsi, dan daerah. Seharusnya, kata Mukti, kajian teknis dilakukan saat awal, sebelum IUP eksploitasi tambang emas PT SMN diterbitkan. “Sekarang mau bikin kajian teknis, ini logikanya bagaimana? Mbok masyarakat itu diajari yang benar gitu lho. Kalau pemerintahnya seperti itu, bagaimana masyarakat akan berpikir bahwa pemerintah benar-benar memikirkan rakyat?” ucapnya.
Sementara dalam poin ketiga, Kementerian ESDM menyatakan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sesuai kewenangannya memastikan PT SMN melakukan kegiatan pertambangan dengan menerapkan kaidah pertambangan yang baik dan benar (Good Mining Practice). Dengan demikian, pembinaan dan pengawasannya dilakukan melalui rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang disampaikan setiap tahun, serta laporan realisasi yang disampaikan setiap triwulan dengan mengacu pada dokumen studi kelayakan yang telah disetujui.
Mukti menyebutkan bahwa istilah pertambangan yang baik dan benar itu hanya upaya Kementerian ESDM untuk menghindari persoalan terancamnya kawasan karst oleh tambang emas PT SMN. Sebab, wilayah tambang emas PT SMN merupakan wilayah karst di Kabupaten Trenggalek, sedangkan kehidupan masyarakat juga bergantung pada air di wilayah karst. “Ayo kita adu data kalau berani. Kalau Badan Geologi (Kementerian ESDM) sudah menetapkan izin segala macamnya, mana data kalian? Mana peta sungai bawah tanah yang ada di situ? Mana peta urat-urat air yang kalian bilang tambang emas itu tidak akan memengaruhi ekosistem karst? Mana coba?” tantang Mukti kepada Kementerian ESDM.
Di sisi lain, dalam poin keempat, Kementerian ESDM menyatakan, PT SMN diminta secara aktif menyampaikan program-program kerja terkait kegiatan eksplorasi lanjutan, kegiatan operasi produksi, serta kegiatan penunjang lain secara terbuka kepada pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten Trenggalek. “Kalau di usaha pertambangan memang seperti itu, PT SMN harus membuat laporan rutin. Memang seperti itu, program kerja yang dilakukan, itu sudah teknis urusan kalian. Tapi, itu sebenarnya akan mengaburkan perjuangan teman-teman di tapak yang ingin melindungi ruang hidupnya,” tegasnya.
Pihaknya pun menegaskan agar kementerian tidak mengaburkan permasalahan ancaman ruang hidup itu dengan aturan yang ada. “Kami tidak mengurusi bisnisnya, yang kami urusi adalah ancaman ekologi yang akan terjadi karena aktivitas yang kalian lakukan di sini, di Trenggalek,” tandasnya. (tra/c1/rka)