TULUNGAGUNG – Ramainya berita miring yang menyerang lembaga pendidikan pesantren akhir-akhir ini berimbas pada lembaga pendidikan pesantren lain. Hal itu menjadi atensi khusus bagi Kantor Kemenag Tulungagung dalam menertibkan pondok pesantren (ponpes) di kabupaten ini.
Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Kemenag Tulungagung Ahmad Balya mengatakan, sejak adanya kasus kekerasan seksual dalam lingkup ponpes Jombang, membuat Kemenag pusat memberikan perintah untuk sosialisasi terhadap ponpes di daerah-daerah.
Menurut dia, pemberian izin dan pencabutan izin pada ponpes merupakan kewenangan dari Kemenag pusat. “Seperti halnya kasus pencabulan di ponpes Jombang itu kan izinnya juga dicabut, karena tidak sesuai dengan asas pendidikan pesantren. Selain itu, terjadinya kasus-kasus seperti kesalahan dari beberapa orang atau oknum. Jadi, jangan lembaganya yang diserang,” jelasnya kemarin (15/7).
Lanjut dia, tidak adanya aturan khusus bagi lembaga pesantren yang terlibat dengan kasus pelanggaran norma seperti kekerasan seksual, maka dirasa seperti tarik ulur. Hal itu terbukti dari dibatalkannya pencabutan izin pondok tersebut. “Kelemahannya karena belum ada aturan yang lebih mendetail untuk kasus-kasus tertentu. Kalau untuk instruksi ya sudah, bahkan di awal tahun sudah dideklarasikan bahwa pesantren di Jawa Timur ramah anak dan antikekerasan dalam bentuk apa pun,” paparnya.
Dia menambahkan, sedangkan untuk pengawasan oleh Kemenag Tulungagung sendiri juga telah dilakukan secara berkala. Adapun bentuk pengawasan tersebut seperti monitoring serta tata kelola pesantren. Namun, karena keterbatasan anggota, pengawasan terhadap pesantren dilakukan secara berkala. “Juga ada, tapi tidak bisa seluruhnya. Misalnya anggota kami hanya 3 orang, sementara pondok pesantren yang dimonitoring ada 64 lembaga. Jadi, pembinaan monitoring itu kita lakukan sampel, mana yang perlu dikunjungi dan mana yang ada indikasi apa gitu,” ungkapnya.
Dia mengaku, selain melakukan pengawasan seperti monitoring, pihaknya juga menyampaikan kepada pengelola pesantren agar lembaga pendidikan pesantren memiliki ruhul ma’had atau jiwa pesantren. Dengan begitu, pendidikan dalam lingkup pesantren dapat berjalan sebagaimana mestinya. “Mengembangkan keilmuan yang rahmatan lil alamin. Jadi, pengawasan itu ada dari kita, tapi ya berkala itu,” tutupnya. (mg2/c1/din)