KABUPATEN BLITAR – Badan usaha milik desa bersama (BUM Desa Bersama) Galang Bareng yang digagas Desa Tegalasri, Desa Tembalang, Desa Balerejo, dan Desa Ngadirenggo, Kecamatan Wlingi, harus bangga terhadap potensi produk kopi yang dimiliki. Sebab, hal itu mendapat dukungan penuh dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) untuk rencana ekspor ke negara lain. Terutama kawasan Asia Tenggara.
Kepastian ini disampaikan Direktur Promosi dan Pemasaran Produk Unggulan Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kemendesa PDTT, Syahrul saat mengikuti kegiatan bertajuk Sinergi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Pengembangan Produk Usaha Kopi Berorientasi Ekspor di Desa Balerejo, Kecamatan Wlingi, kemarin (24/1).
Acara tersebut dihadiri Asisten Pemerintahan dan Kesra Kabupaten Blitar Tuti Komaryati, Head of CSR & Social Engagement Department PT Astra International Tbk Triyanto, Direktur Pelaksana Bidang Hubungan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Gerald Setiawan Grisanto, dan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di Kabupaten Blitar.
“Menurut diskusi dengan tim, pasar pertama untuk kopi ini direncanakan di kawasan Asia Tenggara, yakni Malaysia. Karena secara persyaratan tidak terlalu rumit. Selanjutnya bisa ke Mesir,” ujar Syahrul.

Dia mengaku mendapat informasi bahwa BUM Desa Bersama Galang Bareng memiliki produk kopi berkualitas dan layak ekspor dari Fasilitator DSA yang selama ini mendampingi BUMDesma dengan pendamping desa. Untuk itu, Kemendesa PDTT memberikan bantuan berupa permodalan kepada BUMDesma sebagai pengolah kopi di empat desa tersebut. Ini selaras dengan komitmen Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar agar BUMDes menjadi pelaku utama kegiatan ekspor.
“Selama ini ekspor BUMDes pakai pihak ketiga. Nah, semoga segera terealisasi bulan Juni dan BUMDes bisa ekspor sendiri supaya masyarakat bisa lebih merasakan hasilnya,” imbuhnya.
Hal senada diungkapkan Head of CSR & Social Engagement Department PT Astra International Tbk, Triyanto. Pihaknya mengakui bahwa potensi lokal di BUM Desa Bersama Galang Bareng itu patut diacungi jempol. Terlebih, generasi milenial setempat juga turut memberikan kontribusi dalam mempromosikan kopi.
Sebagai upaya merealisasikan ekspor, pihaknya juga fokus membangun ekosistem kelembagaan BUM Desa Bersama, serta memenuhi sarana dan prasarana (sarpras) agar kualitas produk lebih mumpuni. Kunjungan ini sekaligus memantau progres kesiapan desa untuk mengekspor olahan kopi. Mulai dari kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk. Tak lupa, pihaknya juga menyerahkan bantuan mesin kemasan, tempat pemasaran kopi, serta saprodi pertanian kopi.
“Goals-nya, kami ingin tingkatkan pendapatan masyarakat. Kalau kopi punya kualitas bagus, memenuhi kualifikasi ekspor, berarti peluang suksesnya besar,” sambung pria berkacamata ini.
Sementara itu, Direktur Pelaksana Bidang Hubungan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Gerald Setiawan Grisanto mengungkapkan, BUM Desa Bersama Galang Bareng dengan produk orientasi ekspor sejalan dengan program LPEI. Yakni, Desa Devisa. Itu merupakan realisasi dari MoU melibatkan Kemendes PDTT, PT Astra International, dan LPEI.
Gerald -sapaan akrabnya- berkomitmen mengembangkan ekonomi terkecil di desa agar bisa tembus pasar global. Nantinya, pihaknya akan melakukan asesmen dan membantu memenuhi pendampingan bersama pihak terkait.
“Bangun komitmen dari petani dulu. Lihat juga dari sisi kualitas, kami bantu cari pasar ekspor. Kalau sudah ekspor, fasilitasi pembiayaannya kami berikan,” terangnya.
Kepala Desa Balerejo sekaligus merupakan Ketua Dewan Penasehat BUM Desa Bersama Galang Bareng, Setiyoko tak henti menyampaikan rasa syukur atas dukungan tersebut. Menurutnya, keberhasilan usaha ini tak lepas dari kerjasama dengan banyak pihak, terutama kekompakan dari 3 Kepala Desa Tembalang, Tegalsari dan Ngadirengo. Dia mengaku, tahun lalu empat desa mengalokasikan Dana Desa (DD) Rp 20 juta sebagai penyertaan modal. Sedangkan tahun ini, penyertaan modal meningkat menjadi Rp 50 juta per desa.
“Totalnya sekitar Rp 200 juta juga sebagai persiapan ekspor. Tujuannya untuk memaksimalkan potensi desa,” terang pria ramah ini.
Menurutnya, pemanfaatan ekonomi desa harus dilakukan. Mengingat, mayoritas penduduk di empat desa tersebut merupakan petani dan memiliki kebun kopi. Dia berhadap, keinginan ekspor bisa terwujud, sehingga tak hanya memupuk semangat ekonomi di empat desa saja, melainkan memotivasi desa-desa yang lainnya.
“Di BUM Desa Bersama, harga bisa kami beli Rp 30 ribu per kg dari petani, bahkan lebih, tergantung dari kualitas kopinya. Kami melindungi petani kopi lainnya agar tetap menjalankan usaha. Semoga ekspor nanti, hasil manis kami bisa raih,” tandasnya
(luk/c1/hai)