TRENGGALEK – Senam lantai membutuhkan kekuatan dan keseimbangan tubuh yang baik. Karena itu, dibutuhkan latihan yang intens. Ini seperti yang dilakukan Dwi Agus Karmono dalam menciptakan atlet senam berprestasi di Trenggalek.
“Langsung saja naik ke aula lantai dua,” perkataan seperti itulah yang dilontarkan Dwi Agus Karmono setiap Jawa Pos Radar Trenggalek ingin bertemu dengannya di aula Kantor Kecamatan Watulimo.
Benar saja, di aula pertemuan yang telah disulap menjadi tempat latihan dengan digelarnya matras hingga semacam balok sebagai tempat latihan, terlihat Agus –sapaannya- berkalungan peluit sambil berteriak memberikan instruksi bagi para calon atlet senam. Itu terjadi lantaran para calon atlet yang berlatih merupakan anak usia dini kategori sekolah tingkat SD sederajat.
Teriakan itu diberikan lantaran ada gerakan calon para atlet yang kurang baik. Karena itu teriakan tersebut diberikan sebagai bentuk komando, agar mereka tahu bahwa gerakannya kurang tepat sehingga harus diperbaiki. “Ayo ulangi gerakan, karena kaki masih ditekuk,” teriak Agus ketika memberikan aba-aba kepada anak didiknya.
Setelah itu, Agus mulai bercerita kepada Koran ini, alasannya memberi bimbingan serius kepada para calon atlet. Lantaran gerakan yang dilakukan mereka merupakan gerakan dasar. Jika gerakan dasar tersebut kurang baik, maka akan memengaruhi gerakan berikutnya sehingga kurang bagus. Gerakan awal yang bagus adalah kunci untuk meraih nilai tinggi pada setiap kejuaraan yang dijalani. Apalagi dalam kegiatan senam membutuhkan kelenturan dan kecepatan. Jika gerakan yang dilakukan kurang tepat, pastinya berisiko untuk cedera. “Karena itu kunci utama agar mereka menjadi atlet senam profesional nanti adalah dukungan orang tua. Sebab dengan usia yang dibilang masih kecil perlu bantuan orang tua dalam berbagai hal, seperti untuk datang ke tempat latihan juga memberikan support,” kata Agus.
Apalagi, latihan tersebut harus dilakukan hampir setiap hari. Karena calon atlet atau atlet senam tidak boleh libur terlalu panjang, sebab jika itu dilakukan akan mengganggu performanya dalam hal kelenturan dan kelincahan. Ditambah juga akan memengaruhi pola makan hingga berujung kepada berat tubuhnya yang bertambah. Karena itu dalam satu minggu setidaknya ada tiga kali latihan dengan waktu minimal tiga jam untuk setiap kali pertemuan. Itu dilakukan lantaran yang diberi latihan adalah atlet pemula notabene rentang usia enam sampai 11 tahun. Maka, dibutuhkan pendampingan setiap saat untuk menjaga kualitasnya agar tetap baik.
Apalagi untuk kategori pemula, yang menjadi modal dasar awal adalah bentuk tubuh, mulai dari badan, kedua kaki, tangan harus bagus dan sebagainya. Itu dilakukan guna mempermudah mereka melakukan berbagai senam seperti split.
Sedangkan dalam hal ini, alat yang paling utama diperlukan dalam senam lantai adalah matras. Matras dalam senam lantai berguna sebagai pengaman dan meminimalisir cedera. “Setelah latihan dasar baik, barulah secara perlahan kami latih kecerdasan para calon atlet untuk memainkan setiap gerakan senam. Semoga saja ke depan kembali lahir atlet senam berprestasi yang mewakili Indonesia di event internasional,” jelas mantan Kasi Olahraga Disdikpora Trenggalek ini. (*/c1/rka)