KABUPATEN BLITAR – Desa Sukosewu, Kecamatan Gandusari, menjadi salah satu wilayah yang menjadi proyek percontohan penanganan stunting. Banyak warga tangguh yang berperan dalam hal tersebut. Salah satunya Umiati. Wanita yang berprofesi sebagai bidan desa itu kerap menangani anak-anak yang pertumbuhannya kurang apik.
Umiati, bisa disebut Kartini di masa kini. Dia turut membantu langsung penanganan stunting. Yakni penyakit yang membuat anak gagal tumbuh dengan baik.
Tugas Umiati bersama sekitar 60 kader penanganan stunting lainnya tentu tidak semudah mengedipkan mata. Utamanya saat bertatap muka dengan orang tua yang anaknya terindikasi mengalami stunting.
“Kadang ada orang tua yang marah, lho. Pikir saya, ini dirawat kok malah marah. Padahal, perjuangan kami (kader penanganan stunting, Red) juga untuk mereka,” ungkapnya, kemarin (8/3).
Seiring dengan proyek percontohan penanganan stunting itu, ada ratusan susu dan telur yang terus disalurkan kepada balita. Baik yang sehat maupun pertumbuhannya kurang baik. Sayang, terkadang ada balita yang susah makan dan menolak minum susu.
Bukan hanya itu, Umiati dan tim juga harus kena damprat (caci maki) orang tua anak. Itu merupakan wujud rasa khawatir kepada kesehatan anak. Hal itu yang biasanya membuat dirinya dan tim penanganan stunting sedih.
“Orang tua nggak mau anaknya dibilang stunting. Padahal kalau dari kondisi, sudah stunting,” kata Umi, sapaan akrab Bidan Umiati itu.
Dalam proses pencegahan, dirinya dan kader terus menyalurkan bantuan berupa susu serta telur. Itu dilakukan selama enam bulan, terhitung sejak akhir tahun lalu. Kata dia, kalau gizi anak kurang seimbang, akan dapat susu dari puskesmas. Kemudian, kalau pertumbuhan anak sudah bermasalah, bakal mendapat susu dari rumah sakit.
Perjuangannya tak berakhir sampai di situ. Posyandu yang biasanya dilaksanakan selama sebulan sekali, kini intensitasnya lebih sering. Yakni, seminggu sekali. Tujuannya agar pertumbuhan balita terus terpantau oleh petugas gizi maupun puskesmas.
“Seandainya program aksi cegah stunting (ACS) dari Kemenkes ini berhasil, maka kita akan dijadikan percontohan bagi desa seluruh Indonesia,” tambahnya.
Kendati begitu, dia dan tim terus memberikan pemahaman kepada pasangan suami-istri muda, ibu hamil, hingga orang tua tentang pentingnya kebutuhan gizi anak. Dengan demikian, orang tua dapat lebih cermat lagi, utamanya dalam memberikan asupan konsumsi yang tepat bagi buah hati.
“Respons masyarakat bagus. Tapi ya harus sabar karena setiap orang beda pandangan. Kadang ada yang kurang suka pas kami periksa,” imbuhnya.
Pada Desember tahun lalu hingga awal tahun ini, tercatat stunting di Desa Sukosewu tembus 134 kasus. Jumlah itu berkurang hingga tersisa 88 kasus pada Februari.
Program penanganan stunting Desa Sukosewu sebagai acuan nasional itu, rencananya bakal rampung pertengahan tahun ini. Yang jelas, kerja keras dari tim penanganan stunting patut mendapat apresiasi. (*/c1/wen)