TULUNGAGUNG – Dramatis perjuangan dance sport Tulungagung untuk meraih medali emas diraih Bunga Amelina Putri dan Dhian Sebastian Imargas. Di balik itu, terdapat pelatih yang sabar mengajari anak asuhnya hingga juara.
Gelaran Pekan Olaharaga Provinsi (Porprov) VII Jawa Timur (Jatim) baru saja berakhir pada Minggu malam (3/7). Tulungagung menempati peringkat 15, salah satu medalinya didapat dari cabang olahraga (cabor) dance sport. Olahraga itu tergolong baru dan pertama kali diikutkan dalam Porprov Jatim VII, berutungnya Tulungagung berhasil mendapatkan medali emas di nomor tradisional dance sport.
Dua atlet yang ikut dalam berjuang meraih medali emas itu yakni Bunga Amelina Putri dan Dhian Sebastian Imargas. Dua gadis itu masih duduk di bangku kelas 8 SMPN 3 Tulungagung. Di balik mereka terdapat pelatih yang sabar juga guru seni budaya mereka yakni Asri Kusumaning Ratri.
“Bunga dan Dhian itu nomor tradisional dance masuk kelas rising star atau pemula. Sebenarnya ada kelas profesional, kami juga sudah menyiapkan namun karena masalah administrasi sehingga tidak bisa ikut,” ujar sang pelatih, Asri.
Dia memang menargetkan emas, karena pastinya para atlet diberi porsi latihan untuk berupaya maksimal mendapatkan medali tersebut. Untungnya atlet yang dia latih juga telah memiliki segudang pengalaman menari sejak kecil hingga akhirnya menjadi dapat ikut porprov ini.
Ketika disinggung bagaimana jalannya pertandingan dance sport 26 Juni lalu di Jember. Asri mengungkapkan jika pertandingan cukup dramatis, karena di babak penyisihan para atlet sempat grogi karena ada beberapa gerakan yang kecelakaan. Seperti terpeleset karena lantainya licin dan mereka juga terlihat tidak bisa mengendalikan gerak tubuh hingga terguling. Namun untungnya mendapat urutan ketiga saat babak penyisihan, di bawah Kota Malang dan Kabupaten Malang.
Terpelesetnya itu agak fatal, maka dari itu skornya di bawah namun untungnya posisi ketiga dari 11 kontingen yang ikut. Lalu, ketika masuk final diambil 7 kontingen dan hanya 2 jam untuk menuju penampilan final. Selama itu, Asri mencoba untuk memperbaiki kondisi mental dari kedua atletnya.
Perempuan 33 tahun ini sebagai pelatih ketika atlet melakukan kesalahan saat tampil, pihaknya tidak terlalu membahas tersebut ketika waktu istirahat. Hanya menenangkan mental mereka, karena tidak lagi mengajari ke teknik. Menurut dia, setelah babak penyisihan berakhir dan kedua atlet itu pasti merasa bersalah dan itu mempengaruhi penampilan selanjutnya.
“Tadi bagus hanya tinggal diperbaiki sedikit, tenang tidak usah grogi dan nanti harus tampil anteng. Ini mungkin tadi grogi karena penuh penonton dan saingannya bagus-bagus. Lalu, kondisi venue yang dipenuhi penonton dan melingkar juga mempengaruhi mentalnya,” kata Asri ketika mengulang perkataan saat memotivasi atletnya.
Saat masuk final, dia melihat atlet asuhannya telah mulai tenang, tampilnya bersih dan auranya nyaman tidak dredeg lagi. Bahkan Asri tidak menyangka nilainya langsung naik mengalahkan dua tim asal Malang. Meskipun dalam babak penyisihan mengalami tiga kali terpeleset.
Asri tidak hanya senang, bahkan nangis, berpelukan, lonjak dan sorak-sorak, ketika pengumuman hasil pertandingan diumumkan. Apalagi jarak dari penampilan hingga pengumuman sangat dekat waktunya, selain itu nomor urut dari atletnya terakhir yakni 212. Lalu, tiba-tiba Tulungagung muncul paling atas, dia bahagia tidak ketulungan.
“Nomor urut atlet saya 212 seperti Wiro Sableng pendekar nomor urut terakhir. Buat saya kaget itu, skornya komputerisasi sehingga langsung diketahui, ketika pengumuman anak-anak baru bernafas istirahat dari tampil lalu setelah saya cium karena penampilan bagus,” terangnya.
Dia menceritakan, dalam dance sport di porprov kali ini mereka diberi waktu tampil tiga menit. Dalam waktu tersebut para atlet harus membawakan tiga unsur tarian nusantara. Asri pun memilih tarian dari Kalimantan, Bali dan jaranan serta reog kendang yang asli dari Tulungagung.
Sedangkan untuk pengalaman Bunga dan Dhian patut diacungi jempol, karena sebelumnya ikut Kejuaraan Daerah (Kejurda) pada November 2021 di Surabaya hasilnya dapat perunggu. Mereka kalah dari Blitar dan Malang. Selain itu, mereka memang ikut sanggar, sering diundang menari dalam acara-acara hingga ikut lomba antar sekolah. Sehingga pengalaman menari sejak kecil, berkelanjutan membuat jam terbang tinggi.
Dia menerangkan, porsi latihan untuk porprov hanya sebulan, hal itu karena keterbatasannya sebagai pelatih yang juga sebagai guru sekolah. Sehingga dia baru melatih penuh pada awal Juni, padahal porprov telah lama perencanaannya. Namun untungnya anak asuhnya cepat menangkap latihan dan semangat tinggi serta tidak gampang mengeluh.
“Selama latihan tidak ada kendala. Cuma saya mengontrol makanan mereka yang sulit. Kalau bisa tidak minum es, makan pedas dan mengurangi makan gorengan. Namun ya tetap kecolongan, ketika tidak ada saya,” sambungnya.
Bahkan para atlet terlihat masih sering membeli makanan pedas dan es, seperti kopi es, basreng, seblak dan ayam geprek. Makanan itu memberi pengaruh kepada pernapasan saat latihan dan pertandingan. Padahal Asri telah memberi pesan kepada orang tua untuk menjaga pola makan dari buah hatinya. Namun syukurnya aman sampai di porprov dan sehat hingga senang makan ketika tiba di Jember.
Dia sebagai pelatih merasa senang mendapatkan anak yang berbakat dan wali murid yang mendukung dalam kompetisi ini. Apalagi mereka cepat menangkap latihan, meskipun saat latihan lutut mereka sampai terluka, padahal sudah memakai pelindung. Untung saja masih bisa sehat hingga sekarang.
“Saya komunikasi terus sama altet. Bahkan sering ada perubahan koreografi untuk membuat atlet nyaman agar kestabilan power terjaga. Saya berharap tahun depan porprov dance sport bisa mewakili dengan skuad penuh di semua nomor dan kelas,” pungkasnya. (jar/din)