ePaper Radar Tulungagung | Semakin Dekat dengan Pembaca
Sunday, March 26, 2023
  • Home
  • ePaper
  • About Us
  • Contact
  • Career
No Result
View All Result
  • Home
  • ePaper
  • About Us
  • Contact
  • Career
No Result
View All Result
ePaper Radar Tulungagung | Semakin Dekat dengan Pembaca
No Result
View All Result
Home Berita Daerah Tulungagung

Kisah Pilu Seorang Penderita Gangguan Jiwa Yang Dirantai Hingga Belasan Tahun

by Intan Puspitasari
in Tulungagung
0

TULUNGAGUNG-Warga Desa Kendal, Kecamatan Gondang, AS, penderita gangguan jiwa ini terpaksa menghabiskan separo usianya dalam pasungan. Selama 16 tahun rantai besi dengan berat sekitar 5 kilogram (kg) itu membelenggu kaki kanan pria 30 tahun tersebut.

Ibu, AS, Tasminah mengatakan, AS anak terakhir dari 4 bersaudara. Saat masa kecil anaknya merupakan sosok anak rajin dan berkeinginan tinggi dalam melanjutkan jenjang pendidikannya. “Dulu anaknya razin, kalau sekolah-sekolah itu tidak susah diingatkan sudah berangkat sendiri. Apalagi pas dia berkeinginan untuk masuk jenjang sekolah menengah pertama,” jelasnya kemarin (27/12).

Sebelum mengalami gangguan kejiwaan, AS kecil mengalami gangguan penglihatan pada usia 14 tahun, hingga melakukan operasi mata. Hal tersebut membuat AS khawatir akan kelanjutan pendidikan, sehingga mengganggu pikirannya. Baru satu tahun kemudian, dari kejadian tersebut kepribadiannya menjadi pendiam. “Awalnya mengalami penyakit katarak. Pada masa itu dia menjadi pribadi pendiam,” ucapnya kemarin (27/12).

Setelah diketahui mengalami gangguan jiwa, AS rutin mengonsumsi obat. Bahkan dia sempat 2 kali rujuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang, Malang, untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Dia mengaku, AS sering teriak-teriak tidak jelas dan jarang pulang ketika penyakitnya kambuh. “Setelah mengetahui penyakit yang diderita anak saya, ada petugas dari desa rutin berkunjung. Anakl saya bahkan sempat di bawa ke RSJ Malang selama dua minggu, sebanyak dua kali,” paparnya.

Setelah AS mengalami pengobatan di RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat, tidak ada perubahan signifikan. Lantas kembali pada proses pengobatan tersebut.
Sebenarnya, kata dia, AS masih bisa diajak ngobrol, hanya saja halusinasi dialaminya mempengaruhi prilakunya. “Tidak ada perubahan sama sekali. Orang dia itu diajak bicara masih bisa dan nyambung,” ungkapnya.

Tidak ada perawatan khusus dalam perawatan AS. Dalam satu hari diberi makan sebanyak 3 kali dan mengonsumsi obat sebanyak 2 kali. Tak hanya itu, ketika malam sering meminta jajan-jajanan untuk camilan seperti kripik tempe, kopi serta rokok. “Makannya normal, saya beri 3 kali tapi pakai piring plastik kalau pakai piring kaca itu habis makan biasanya dipecahkan. Kalau obatnya ada dua jenis berupa kapsul semua, itu diminum dua kali sehari,” ucapnya.

Uniknya AS ini justru meminta sendiri untuk merantai kaki kanannya. Rantai itu membelenggu kaki kanannya ketika merasa terganggu akan halusinasinya. AS meminta dirantai tersebut hanya pada saat-saat tertentu. “Kalau sore kan mandinya di belakang sini, jadi rantainya ya dilepas. Itu yang minta dirantai ya dia sendiri, biasanya kalau sudah mulai kumat itu langsung minta dirantai,” tutupnya.

Pada saat Jawa Pos Radar Tulungagung menemui AS kemarin, tertidur diranjang beralaskan tikar di tempatkan sendiri di rumah depan. Sementara sang ibu menginap dikediaman anak sulung yang tepat berada di belakang rumah tersebut. Saat tertidur, AS masih terikat rantai besi dari kaki kanan ke ranjang. AS fasih menjawab salam dan masih nyambung saat diajak bicara. Namun pada saat ditanya alasannya memilih untuk dirantai, dia mengaku jika tidak dirantai akan menanam tembakau sepanjang jalan. “Ada tumbuhan tembakau hijau, mau saya tanam sepanjang jalan,” tuturnya.

 

Sementara itu, Sekertaris Desa (Sekdes) Kedal, Sutaji mengatakan, terdapat sekitar 5 lebih orang dalam gangguan jiwa (ODGJ) yang berada di Desa Kendal.
Menurut dia, kondisi mereka sudah terlepas dari pasung. Namun masih terdapat beberapa ODGJ masih dipasung atau ditempatkan di kamar khusus. “Ada beberapa mengalami re-pasung atau ditempatkan di kamar khusus gitu,” jelasnya.
Untuk ketersediaan obat, pihak desa selalu menyediakan obat kebutuhan mereka. Obatnya bisa diambil di Posyandu Desa, yang sebelumnya harus diambil di Kecamatan.

Selain itu, di Desa Kendal juga terdapat layanan kesahatan yang menangani gangguan kejiwaan dari masyarakat. “Ada pos layanan, kalau pengobatan rutin semua dan sudah disediakan desa. Pengobatannya gratis tanpa dipungut biaya sepeserpun,” pungkasnya.
Di sisi lain, Subkor Penyakit Tidak Menular (PTM) dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung, Heru Santoso mengatakan, penyakit skizofrenia atau gangguan mental serta kejiwaan ini berada di posisi ke-4 dalam rentetan penyakit yang paling banyak diderita masyarakat Tulungagung. Di tahun 2022, angka penderita skizofrenia ini mencapai 915 pasien.

Dia mengaku, dari 2.613 jumlah keseluruhan ODGJ di Tulungagung, mayoritas kondisinya telah mandiri. Hanya sekitar 5 persen dari jumlah tersebut masih bongkar pasang dan rujuk ke RSJ. “Bahkan ada ODGJ asal Tulungagung itu yang sampai mendapatkan beasiswa S2 ke Australia,” tandasnya.

Sementara itu, ilmuan psikologi, Nuzulunni’mah mengatakan, penyebab awal gangguan kejiwaan ini berawal dari disfungsinya aspek kognitif. Sebab, identifikasi awal gangguan jiwa dapat diketahui dari ketidakjelasan dalam berfikir. Baru setelah mengidentifikasi kognitifnya ini berlanjut pada aspek afektif lalu psikomotorik. “Keyakinan-keyakinan yang salah atau halusinasi, seperti kok saya setiap jalan seperti ada yang mengikuti dan ingin di bunuh. Ada yang lihat saja seperti ada yang mengintimidasi. Nah identifikasi awalnya dari aspek kognitifnya ini,” ucapnya.

Menurut dia, seluruh manusia memiliki resiko sama dalam menderita gangguan kejiwaan. Namun konfirmasi awal mengidap gangguan kejiwaan ini adalah prilaku upnormal yang dilakukan lebih dari 6 bulan. “Kalau masih di bawah 6 bulan itu bisa dikatakan mengalami gangguan tapi gangguan yang ringan atau depresi. Semua orang memiliki risiko yang sama mengidap penyakit,” paparnya.

Halusinasi, ilusi, dan sering mendengar sesuatu yang tidak jelas merupakan gejala awal mengidap gangguan kejiwaan. Perubahan kepribadian secara signifikan juga dapat menjadi gejala awal. Berdasarkan jurnal ilmiah, gangguan kejiwaan ini tidak bisa sembuh. Namun banyak kasus ditemui, gangguan kejiwaan ini sembuh dengan terus mengkonsumsi obat. “Halusinasi, ilusi dan sering mendengar sesuatu yang tidak jelas itu gejala awal yang bisa dilihat secara kasat mata. Berdasarkan jurnal ilmiah itu tidak bisa sembuh, tetapi banyak kasus yang sembuh dengan terus mengkonsumsi obat,” tutupnya. (mg2/din)

Tags: kabupaten tulungagungkisah penderita odgjkota tulungagungradar mataramanradar tulungagungtulungagungtulungagung hari initulungagung update
ShareTweetSendShareShare

Leave a Reply Cancel reply

Connect with:
Facebook Google Twitter

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • About
  • Advertise
  • Careers
  • Contact
Call us: +1 234 JEG THEME
No Result
View All Result
  • Home
  • Politics
  • Sports
  • Travel

© 2023 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.