TULUNGAGUNG – Suyoto yang merupakan generasi keempat sebagai keluarga pengelola Candi Mirigambar, dikenal cukup telaten. Dia paham sejarah hingga tiap tahun melayani mahasiswa yang melakukan penelitian terhadap candi.
Pada perbatasan Kecamatan Sumbergempol dan Ngunut ternyata terdapat bangunan bersejarah, meskipun bangunannya kecil. Yakni Candi Mirigambar, di Desa Mirigambar, Sumbergempol. Lokasi candi ini cukup unik karena berada di posisi sudut lapangan desa sebelah selatan.
Candi yang baru saja dipugar pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan ini, terlihat rapi dengan batu bata yang berwarna merah. Meskipun terdapat beberapa relief yang memang telah lama tampak retak, hal itu tidak dapat diotak-atik lagi karena ditakutkan dapat merubah struktur dari bangunan candi itu sendiri.
“Selama Covid-19, saya menutup Candi Mirigambar ini. Ya bersyukur pemugaran yang dilakukan selama 10 bulan itu pada pertengahan pandemi sehingga tidak mengganggu pengunjung,” ujar Suyoto.
Namun sejak Januari kemarin, dia telah membuka lagi Candi Mirigambar untuk dapat dinikmati masyarakat. Setiap hari stand by sejak pagi pukul 06.30 WIB hingga azan Duhur berkumandang. Setelah itu, dia beraktivitas seperti masyarakat lain yaitu bertani dan mencari rumput untuk ternak kambingnya.
Pria 50 tahun ini menjadi juru pelihara Candi Mirigambar sejak 2010. Pekerjaan ini dia perolah karena keturunan, dan Suyoto merupakan generasi keempat yang mengelola bangunan bersejarah ini setelah bapaknya. Diperkirakan, keluarganya telah mengelola candi ini sejak zaman buyutnya atau lebih dari 100 tahun.
“Saya senang bila masyarakat sekitar atau pengunjung merawat Candi Mirigambar dengan membersihkan atau tidak membuang sampah. Namun, saya kerepotan bila musim hujan sebab terdapat banyak lumut di bangunan candi,” terangnya.
Menariknya, setelah adanya pemugaran bangunan candi dan pemberian pagar baru, banyak masyarakat yang penasaran. Suyoto beberapa kali melihat masyarakat datang ke Candi Mirigambar untuk mengetahui perkembangan setelah dipugar. Meskipun pengunjung candi tidak seramai saat sebelum korona dulu, namun dia senang bangunan sejarah masih diminati.
Terbukti bila tiap tahun pasti ada mahasiswa yang melakukan penelitian terhadap Candi Mirigambar. Bahkan Suyoto siap sedia melayani, terakhir kali ada mahasiswa dari Universitas Gajah Mada (UGM) yang penasaran dengan cara mengatasi lumut pada candi. Selain itu, mahasiswa Universitas Islam Kadiri (UNISKA) juga pernah meneliti perihal lokasi candi. Tidak hanya itu, ada mahasiswa dari Malang, Surabaya hingga Jember yang penasaran sejarah Candi Mirigambar.
“ Sebelum dilakukan pemugaran, saya sering melihat ritual yang dilakukan umat Hindu di Candi Mirigambar. Seringnya tanpa sepengetahuan saya, ya tahu-tahu ketika pagi terdapat sesajen pada area candi,” kenang Suyoto.
Candi Mirigambar telah ada sejak 1310 tahun Saka yang ternyata diduga melewati zaman tiga kerajaan, yakni kerajaan Kadiri, Singasari, dan Majapahit. Hal ini berdasarkan temuan tiga angka tahun yang ada di sekitar candi.
Selain itu, pada relief yang ada di Mirigambar ini bercerita tentang Panji Wasengsari dari kerajaan Jenggala. Dia dikisahkan memperjuangkan kisah cintanya dalam memperebutkan Dewi Sekartaji atau Candrakirana dari Kerajaan Kadiri. Pangeran Panji harus bertempur dengan sesosok raksasa untuk mempertahankan Dewi Sekartaji. Akhir cerita peperangan tersebut dimenangkan oleh Pangeran Panji.
Selain berkisah tentang cerita Panji, candi ini dulunya juga berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap dewa bagi penganut agama Hindu. Hal ini berdasarkan temuan adanya beberapa lambang yang ditengarai sebagai tempat pemujaan.
“Selain berkisah tentang Panji, dari mitos yang beredar di masyarakat, Candi Mirigambar ini pernah disinggahi oleh Angling Dharma. Karena itu, masyarakat juga menyebut bangunan sejarah ini sebagai Candi Angling Dharma,” pungkasnya. (*/c1/din)