TULUNGAGUNG- Bila di Jakarta banyak ditemui jualan kopi motoran, keberadaannya di Tulungagung ada namun bukan berada di daerah perkotaan. Melainkan berada di desa dengan pemandangan menawan, tentu hal itu terwujud jika hujan tidak turun. Budaya itu merambah Kota Marmer salah satunya dari Kopi Motoran yang dimiliki Yasfitama warga Desa Pagersari, Kecamatan Kalidawir.
Pria kelahiran tahun 2001 ini telah berjualan kopi dengan motor sejak dua bulan terakhir. Namun dia tidak keliling, hanya berteduh di tengah sawah di Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu. Dia mengawali berjualan setiap hari dari pukul 15.30 WIB hingga 18.30 WIB, selama itu Yasfitama telah banyak mendapatkan pemasukan.
“Ketika ramai, saya bisa mendapatkan omzet berjualan kopi motoran ini kurang lebih Rp 200 ribu tiap hari. Meskipun hanya tiga jam, tapi pembeli banyak yang memesan minuman. Apalagi suasana sejuk di tengah sawah,” tutur Yasfitama ketika ditemui di lapaknya kemarin (9/1).
Menariknya, selain bisa menikmati kopi di tengah sawah, tempat itu cocok untuk berswafoto karena latar belakang lapaknya berada tepat di depan Gunung Budheg. Maka menambah daya tarik anak-anak muda untuk mengunjungi lapaknya. Hal itu juga yang ditiru pedagang lain, karena tidak lama kemudian di sekitar lapak Yasfitama bermunculan kopi motoran.
Yasfi, sapaan akrabnya menceritakan, berjualan kopi motoran ini berawal dari tidak adanya lahan untuk berjualan kopi di sekitar rumahnya. Hingga akhirnya terinsipirasi untuk berjualan kopi memakai motor merek Astrea dengan boks peralatan kopi di atasnya. Modal sekitar Rp 1 juta dari gerobak, alat, hingga bahan. Beberapa kopi saset hingga sajian kopi original tersedia di lapaknya. Namun sebelumnya, dia berjualan kopi motoran ini meneruskan temannya yang sudah lebih dahulu berjualan di lokasi tersebut, lantaran suatu hal temannya belum bisa meneruskan.
Sejak lulus SMA, Yasfi memang berjiwa enteprenuer, lantaran sebelumnya pernah berjualan angkringan di Sragen, Jawa Tengah (Jateng). Namun hanya bertahan lima bulan, hingga akhirnya dia kembali ke Tulungagung. Bukan melanjutkan angkringannya, justru pihaknya berjualan martabak, lantaran saat masih di Sragen mengikuti workshop membuat jajanan tersebut.
“Saya memang suka masak atau dunia kuliner. Dari buka usaha angkringan hingga jualan martabak pada 2020. Namun karena berjualan martabak masih belum puas dan ingin menjajal buka warung kopi dan susah mencari lahan, hingga akhirnya buka kopi motoran,” katanya.
Disinggung apakah orang tua setuju atas tersebut, Yasfi menjelaskan, awal mula orang tua tidak setuju dan menyuruh untuk les bahasa Korea dan sekolah lainnya saja. Atas perintah orang tuanya tersebut pihaknya tetap melaksanakan dan mengangsur perlengkapan alatnya berjualan.
Dia tetap menjalankan perintah orang tuanya les bahasa, namun tetap satu demi satu mencicil barang yang diperlukan berjualan kopi. Hingga tiba-tiba ada paket datang ke rumah untuk memodifikasi motornya tersebut hingga menjadi lapak kopi motoran.
Lama kelamaan, orang tua setuju apalagi jualannya tidak lama, lantaran berjualan kopi dimulai sore hari. Pagi sekolah bahasa Korea, sehingga menuruti keinginan orang tua dan diri sendiri yang berjalan secara bersamaan.
Disinggung siapa saja yang datang ke lokasi tersebut, Yasfi menjelaskan, tentu penikmat kopi senja sendiri, namun juga random mulai masyarakat lokal, dan ada juga dari luar kota. “Dulu ada sampai luar kota, termasuk Kediri. Mereka mengetahui dari promosi sosial media yang saya buat,” katanya.
Dia menjelaskan, promosi sosial media (medsos) seperti WhatsApp, Instagram, dan TikTok, merupakan hal penting untuk mendukung lapaknya digemari banyak orang. Maka sebelum berangkat, ketika di lokasi dan pulang, dia terus membuat konten, agar diketahui banyak orang.
Untuk jumlah pengunjung kini ramai, mulai 20 sampai 50 orang. Lantaran terkendala air yang dibawa, pihaknya harus pergi ke toko untuk membeli air di tempat terdekat. Meski demikian, dia selalu mencari informasi cuaca sebelum berangkat, sehingga bila hujan pihaknya tidak berjualan. “Kendalanya jika cuaca tidak bersahabat, kalau hujan otomatis tidak berjualan. Apalagi saya pernah berjualan, tiba-tiba turun hujan dan pakai hingga lapak basah semua,” ungkapnya.
Ternyata tidak hanya berjiwa pengusaha, dia berpetualang karena menjual kopi tak hanya di Tulungagung. Bahkan pernah berjualan kopi motoran hingga ke luar wilayah yakni di Kabupaten Karanganyar, tepatnya di Kecamatan Tawangmangu. “Pernah sekali ke Tawangmangu, banyak yang membeli. Bahkan dalam sehari omzet mencapai Rp 180 ribu. Omzetnya tidak kalah bersaing dengan di Tulungagung,” terangnya.
Kedepannya, dia masih berjualan kopi di warung saja, kini pihaknya masih mengumpulkan modal untuk membuat bangunannya dan mencari lahan. Namun untuk jangka pendek, dia akan berjualan kopi motoran tidak hanya di tengah sawah, namun juga di depan supermarket dengan ditambah nasi bungkus untuk menambah daya tarik pembeli. “Kedepan harapannya bisa ada warung sendiri, namun kini masih usaha mengumpulkan modal terlebih dahulu. Lantaran sejak awal, saya buka usaha angkringan, martabak hingga kopi motoran memakai modal sendiri,” pungkasnya.(*/din)