KABUPATEN BLITAR – Rencana permintaan keterangan terkait kasus dugaan pemberitaan bohong urung dilakukan kemarin (24/1). Kendati begitu, para penggarap lahan bekas perkebunan Karangnongko, Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, kini ancang-ancang melayangkan laporan ke Polres Blitar Kota. Itu terkait dugaan pemalsuan yang dilakukan dalam proses redistribusi tanah.
Kuasa hukum para penggarap lahan bekas perkebunan Karangnongko, Pujihandi mengatakan, klarifikasi atau permintaan keterangan Gendro Wulandari ditunda atau batal dilakukan. Pihaknya tidak tahu pasti alasan penundaan tersebut. “Kami belum tahu apakah akan ada pemanggilan lagi atau tidak. Yang jelas, hari ini klien kami tidak jadi dimintai keterangan,” ujarnya kepada Koran ini, kemarin (24/1).
Dia mengaku sudah bersiap untuk melakukan pendampingan terkait kasus dugaan pemberitaan bohong melalui media sosial yang dilakukan oleh Gendro Wulandari. Namun, karena permintaan keterangan urung dilaksanakan, pertemuan dengan kliennya berubah agenda. Ada beberapa keluhan yang nantinya ditindaklanjuti dengan laporan ke polisi. Misalnya terkait redistribusi tanah bekas perkebunan Karangnongko yang disinyalir tidak tepat.
Pujihandi mengungkapkan, dalam proses redistrubusi, idealnya ada pemohon yang kemudian menjadi dasar untuk penerbitan sertifikat tanah. Namun, fakta dalam proses redistribusi tanah bekas perkebunan Karangnongko sedikit berbeda. Beberapa orang kliennya mendapatkan sertifikat tanah meskipun tidak mengajukan permohonan. “Ini sangat aneh, terus siapa yang menandatangani dokumen-dokumen dalam proses redis ini,” ucapnya.
Sepengetahuan dia, sebelum sertifikat tanah diterbitkan, ada semacam identifikasi mengenai batas-batas tanah yang akan disertifikatkan. Idealnya, calon pemilik tanah menjadi salah satu sumber informasi dan data untuk kepentingan tersebut.
Karena alasan ini pula, pihaknya berencana melayangkan laporan kepada pihak kepolisian agar mengungkap pelaku yang memberikan keterangan atau pemalsuan dokumen ini. “Ya mudah-mudahan saja laporan kami nanti ditindaklanjuti,” terangnya.
Untuk diingat kembali, kasus dugaan pemberitaan bohong itu bermula dari posting-an status melalui media sosial Gendro Wulandari yang diunggah pada Agustus 2022 lalu. Seusai posting-an tersebut diunggah, muncul laporan kepada kepolisian, dan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pada akhir tahun 2022. Itu tidak lama setelah Gendro melakukan aksi bermalam di depan kantor bupati untuk menyampaikan unek-uneknya mengenai redistrubusi tanah di lahan bekas perkebunan Karangnongko. (hai/c1)