TULUNGAGUNG – Sistem pengadaan bantuan siswa miskin (BSM) perlu terus dievaluasi. Sebab masih ada kesemrawutan dan kejanggalan di lapangan. Dengan kondisi tersebut, komisi A DPRD memberikan berbagai masukan terkait temuan ketidaksesuian perencanaan.
Di antara ketidaksesuian tersebut, ada kartu barcode pengadaan BSM yang diterima dobel. “Ditemukan ada uang untuk pengadaan BSM yang belum masuk pada kartu ber-barcode tersebut. Seumpama kelas VII itu kan seharusnya mendapatkan sejumlah Rp 750.000, tapi hanya masuk Rp 250.000. Itu kan perlu diganti juga atau ditambah,” jelas Ketua Komisi A DPRD Tulungagung, Gunawan, kemarin (4/6).
Lanjut dia, sistem pengadaan BSM pada tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Namun, tahun ini tetap ditemukan banyak permasalahan.
Dengan begitu ke depannya, komisi yang membidangi urusan pendidikan ini akan mengusulkan untuk langsung memberikan uang ke siswa. “Bukan kartu lagi, jadi uang BSM ini harus betul-betul dipergunakan untuk kebutuhan sekolah. Soal nanti mau digunakan untuk membeli handphone, itu sudah risiko mereka,” tandas politikus Gerindra ini.
Sebelum diadakan rapat untuk menentukan sistem pengadaan BSM, kata dia, dinas pendidikan pemuda dan olahraga (dispendikpora) sudah menunjuk koperasi sehingga dinas sudah lepas dari anggaran yang telah ditentukan. Dengan demikian, ke depan tinggal pelaksanaan dari koperasi. “Tinggal pelaksanaan pengadaan BSM dari koperasi nanti bagaimana,” paparnya.
Dia mengaku, alasan penetapan sistem pengadaan BSM tersebut sudah ada landasan hukumnya. “Penetapan sistem pengadaan BSM itu didasari peraturan bupati (perbup). Wah, kalau nomornya tidak tahu,” ucapnya.
Disinggung terkait pengawasan DPRD tentang pengadaan BSM, dia menjelaskan, pihaknya akan melakukan sidak ke sekolah-sekolah setiap pengadaan BSM. “Karena kalau memakai sistem penyerahan langsung ke siswa, takutnya malah dibelikan pulsa atau handphone. Tapi nyatanya, sistem pengadaan BSM tahun ini kurang baik juga,” ungkapnya.
Dia membeberkan, serapan anggaran pengadaan BSM sekitar Rp 18 miliar termasuk pencetakan kartu ber-barcode tersebut. Namun, kartu ber-barcode yang trouble masih dalam perbaikan. “Tidak lama lagi akan selesai. Ternyata pemberlakuan kartu barcode itu baru pertama kali dilakukan,” tandasnya.
Anggota Komisi A DPRD Tulungagung Samsul Huda mengatakan, pada program pengadaan BSM kuncinya adalah pemerintahan kabupaten (pemkab), Bank Jatim, dan toko penyedia atau koperasi. Penerima manfaat hanya datang kepada toko penyedia dengan membawa e-money atau kertas barcode.
Dia menambahkan, standar harga dan kualitas merupakan tanggung jawab toko penyedia yang telah ditunjuk. “Toko penyedia kalau jualan kualitasnya begini, standarnya begini. Selesai. Dibayar dengan gesek tadi. Laporan dari dinas kemarin, kalau tidak salah jumlah toko penyedia ada sekitar 19 atau 21 toko, termasuk koperasi yang ada di dinas. Siapa penerima manfaatnya? Yaitu warga miskin dari Tulungagung yang sudah diverifikasi dan sudah menjadi keputusan bupati,” tutupnya. (mg2/c1/din)