KOTA BLITAR – Dera pandemi Covid-19 tak menghalangi Ardhiana Malrasari mandek berkreasi. Ide kreatifnya muncul di tengah kesulitan bahan baku impor pembuatan tas. Celana jins bekas karyawan pabrik jadi solusinya.
Tumpukan celana jins bekas itu ada di samping mesin jahit. Warnanya didominasi biru dongker. Sebagian ada biru muda. Sejumlah jins bekas itu menjadi bahan baku pembuatan tas, topi, hingga dompet.
Adalah Ardhiana Malrasari, pengolah jins bekas tersebut. Jins bekas itu telah dicuci bersih. Tinggal dimanfaatkan untuk bahan baku tas, topi, dan lain sebagainya.
Usut punya usut, jins-jins bekas itu berasal dari pekerja tambang. Perempuan warga Kelurahan/Kecamatan Sananwetan itu mendapatkannya dari salah satu perusahaan tambang batu bara di Kalimantan. Biasanya, jins pekerja yang sudah tidak terpakai itu dibuang begitu saja.
Lho, kok Sari bisa mendapatkan jins bekas itu? Ternyata sang suami yang mengirimkannya. “Suami saya kan kerja di tambang batu bara di Kalimantan. Biasanya, jins bekas suami dibawa pulang. Daripada dibiarkan begitu saja, kenapa nggak saya manfaatkan sebagai bahan tas saja,” pikirnya kala itu, menceritakan awal mula usaha pembuatan produk upcycle, kemarin (23/6).
Dari situ, muncullah ide kreatif. Sari kepikiran untuk memanfaatkan jins bekas para pekerja tambang batu bara tersebut. Saat itu juga, dengan izin suami, Sari langsung berkomunikasi dengan perusahaan tambang batu bara tersebut. “Saya memohon ke perusahaan agar jins-jins bekas milik pekerja bisa dikumpulkan. Untuk kemudian saya gunakan sebagai bahan baku pembuatan tas,” ungkapnya.
Selama ini, banyak jins bekas pekerja tambang yang dibuang begitu saja di dekat mes (tempat tinggal sementara pekerja). Padahal, jika mau dipilih dan dipilah, masih ada yang bisa dimanfaatkan atau didaur ulang. Sari tidak ingin peluang emas itu terbuang begitu saja.
Jadilah dia meminta bantuan suami untuk mengumpulkan sejumlah jins bekas milik pekerja tambang. Entah bagaimana kondisinya, yang terpenting terkumpul. “Februari lalu dikirim lewat kargo. Ada empat dus besar. Beratnya mencapai 153 kilogram,” ujar ibu dua anak ini.
Bukan hanya jins bekas saja yang dia terima, tapi juga kemeja bekas milik pekerja tambang. Total masing-masing ada 86 jins dan 250 kemeja.
Namun, Sari tidak sembarangan langsung memanfaatkannya. Dia harus memilih dan memilahnya terlebih dahulu. Mana yang masih layak digunakan sebagai bahan baku dan mana yang tidak. “Yang pasti, saya cuci dulu sampai bersih. Soalnya, sebagian orang itu menganggap jika pakaian bekas itu tidak aman. Padahal kan jika sudah dicuci bersih sesuai prosedur aman-aman saja,” kata ibu rumah tangga (IRT) itu.
Usaha pembuatan produk upcycle milik Sari itu belum lama dirintis. Baru awal 2021 dia mencoba ide kreatif tersebut. Itu berangkat dari sulitnya mendapat kain linen impor yang selama ini menjadi bahan baku produk tas dan dompetnya. Itu dirasakan sejak pandemi Covid-19 menghantam.
Memang sebelum bermain produk upcycle, Sari sudah lebih dulu terjun di dunia produksi tas berbahan kain linen. Usaha kreatifnya dirintis sejak 2015. Karena pandemi inilah, dia kesulitan bahan baku. “Saya muncul ide untuk memanfaatkan celana jins bekas suami. Memang dasarnya, saya sudah hobi dan mencoba-coba,” katanya.
Kemudian, Sari mencari referensi terkait produk upcycle. Terbesit dari hati kecilnya, juga punya misi untuk ikut menjaga lingkungan. Caranya dengan mendaur ulang jins atau pakaian bekas menjadi produk berkelas.
Sari pun mulai mencoba berkreasi. Membuat tas, dompet, hingga topi jenis bucket. Eh, hasilnya pun lumayan. Menarik.
Dia lalu memposting produk kreasinya di media sosial (medsos). Tak disangka mendapat respons positif. Bahkan, tak sedikit orang yang tertarik dan meminta untuk dibuatkan.
Ide kreatifnya tak berhenti di situ. Hatinya tergerak untuk memanfaatkan batik ciprat karya teman-teman difabel binaan Kinasih yang ada di Kesamben. “Saya melihat, produksi batik di sana sepi selama pandemi. Karena itu, saya kolaborasi dengan batik Kinasih agar produksi batik teman-teman difabel tetap jalan,” terang perempuan 42 tahun ini.
Sari pun mengombinasikan produk upcycle jins bekasnya dengan batik ciprat. Hasilnya tak kalah bagus. Seperti dalam satu topi bucket, Sari membuat dua model. “Misal sisi luar topi berupa motif jins, sedangkan sisi dalam motif batik. Jadi, pakainya bisa dibolak-balik. Ini,” katanya sambil menunjukkan topi bucket karyanya.
Selain tas dan topi, Sari mengembangkan produk lain berupa bungkus tempat tisu. Dalam mengerjakan produk-produknya, Sari dibantu oleh tiga karyawan. Mereka memiliki peran masing-masing.
Ada yang membuat pola, menggunting, hingga menjahit. Untuk desain, ditangani oleh dirinya sendiri. Ada satu proses lain yang sulit dilakukannya, yakni membongkar seluruh bagian celana. “Khusus untuk itu, saya minta bantuan orang luar. Saya minta benang jahitan celana tidak dibuang. Pokoknya semua dikumpulkan. Siapa tahu nanti bisa bermanfaat,” terangnya.
Produk-produk upcycle karya Sari dibanderol dengan harga bervariasi. Mulai Rp 100 ribu hingga Rp 400 ribuan. Dia memasarkan produknya secara online.
Karena tergolong usaha baru, Sari terus meningkatkan promosi. Selain lewat medsos, dia mulai aktif mengikuti pameran. Produk upcycle diberi label merek D’ Belel. “Saya terus mengembangkan ide kreatif,” ujar anggota Asosiasi Usaha Mikro Indonesia (Asumi) Kota Blitar ini. (*/c1/wen)