KABUPATEN BLITAR – Barang bekas pakai bisa jadi “emas” bagi Arif Mujawat. Warga Desa Pagerwojo, Kecamatan Kesamben, itu mendaur ulang menjadi produk bernilai guna. Misinya ikut mengurangi sampah.
Ruang workshop berukuran 6×3 meter itu menjadi ruang produksinya. Dinding dari batako itu sengaja dibiarkan tidak dipoles semen. Sejumlah benda kuno seperti radio dan mesin ketik tampak menghiasi dinding.
Terdapat juga barang-barang lawas lain. Banyak dekorasi yang menghiasi ruang workshop tersebut. “Baru dua tahun selesai saya bangun. Semua memanfaatkan barang bekas pakai. Termasuk kursi dan meja,” ungkap Arif Mujawat kepada Koran ini saat ditemui di rumahnya, kemarin (26/5).
Pria yang akrab disapa Bendol ini merupakan pemilik usaha produksi barang bekas pakai. Usaha itu sering dikenal dengan istilah upcycle atau daur ulang. “Ini beda dengan recycle lho. Kalau recycle itu mendaur ulang dengan mengubah bentuk aslinya, tetapi upcycle itu tetap mempertahankan bentuk,” jelasnya.
Bisnis produksi upcycle itu sudah berjalan sejak 2010 lalu. Awalnya, Arif membuka jasa permak pakaian. Kemudian berkembang ke produksi barang upcycle.
Pria 38 tahun itu berupaya menyalurkan hobinya mendaur ulang barang bekas pakai. Menurut dia, barang bekas pakai akan bernilai tinggi apabila diolah menjadi produk yang menarik.
Contohnya, celana bekas pakai ternyata bisa disulap menjadi topi maupun tas. Arif mengombinasikannya dengan bahan lain seperti kain flanel hingga karung goni. “Semua produk saya, 30 persen bahannya upcycle (bahan daur ulang),” tuturnya.
Barang-barang bekas itu didapatkannya dari sejumlah tempat. Misalnya, celana atau pakaian bekas pakai diperoleh dari teman-temannya. Kemudian untuk karung goni, dia mencarinya di pasar-pasar.
Sejumlah barang bekas pakai itu tidak langsung diolah. Ada tahapan yang harus dilalui. Salah satunya yang paling penting adalah dicuci. “Sebab, sebagian orang menganggap produk upcycle itu nggak aman. Padahal, semua sudah saya cuci bersih terlebih dulu. Saya juga beri disinfektan,” kata bapak dua anak ini.
Menurut dia, hanya orang-orang yang memiliki jiwa seni tinggi yang berminat memakai barang daur ulang ini. Namun, semakin hari tren penggunaan produk upcycle mulai ramai. “Tujuannya tak sekadar untuk gaya atau seni, tetapi juga untuk menjaga lingkungan. Ikut mengurangi sampah barang bekas pakai,” ujar pria berambut gondrong sebahu ini.
Itu sejalan dengan misinya dalam mendaur ulang barang bekas pakai. Arif tidak ingin barang bekas pakai, terutama pakaian itu dibuang begitu saja. Itu hanya akan mengotori bumi.
Jika dibuang, pakaian bekas pakai itu sulit terurai. Tak sedikit yang membuangnya dengan cara mengubur. Selain itu juga ada yang membakarnya. “Itu akan mengakibatkan polusi udara,” bebernya.
Arif pun berupaya menyelamatkan pakaian bekas pakai itu menjadi produk bernilai tinggi. Dengan keterampilan menjahit yang telah diwariskan oleh sang ayah sejak duduk di bangku sekolah, Arif ingin berkreasi dengan sepenuh hati.
Tak hanya sekadar pakaian bekas pakai hingga karung goni, namun dia juga memanfaatkan karung pakan bekas. Khususnya karung pakan kucing. “Karung itu tahan air sehingga juga saya manfaatkan sebagai bahan pembuatan tas. Saya kombinasi dengan bahan lain,” jelasnya.
Anehnya lagi, sepatu bekas pakai pun bisa jadi bahan produk daur ulang. Yakni, berupa tas. “Ini saya dapat pesanan suruh membuat tas kamera dari sepatu bekas. Saya masih bingung ini mendesainnya,” ungkapnya sembari menunjukkan sepatu sport bekas yang sudah dipotong menjadi dua bagian itu.
Sementara ini, Arif sudah menghasilkan beberapa produk. Di antaranya ada tas dan topi. Dua produk itu juga banyak modelnya.
Terkadang, Arif juga menerima jasa modifikasi tas, celana, ataupun baju. Misalnya, tas yang sudah tak layak pakai bisa dimodifikasi dengan bahan upcycle. “Seperti ini, saya tambahkan bahan kain goni. Jadi tergantung permintaan konsumen. Inginnya pakai apa,” kata pria yang nyambi sebagai tour guide di Bali ini.
Harga produk hasil karyanya bervariasi. Mulai Rp 100 ribuan hingga Rp 300 ribuan. Semua tergantung tingkat kerumitan dari produk itu sendiri. Untuk topi rata-rata dibanderol Rp 120 ribuan.
Arif terus fokus mengembangkan usahanya. Belakangan ini, dia sibuk dengan pekerjaan sampingan sebagai tour guide di dua daerah. Yakni di Bali dan Labuan Bajo, NTT sehingga produksi barang upcycle-nya sempat vakum.
Biasanya, dia baru bisa mengerjakan pesanan ketika pulang kampung. Konsumennya rata-rata datang dari kalangan tertentu. Salah satunya seniman.
Meski sudah era medsos, Arif mengaku tidak memasarkan produknya lewat media sosial. Sebab, hasil karyanya sudah dikenal lama. Kini dirinya sudah memiliki brand untuk produknya, yakni Tailor Rebel. “Medsos saya jarang upload. Mungkin promosi dari teman-teman sih,” akunya. (*/c1/ady)