Melukis menjadi salah satu cara berekspresi. Meluapkan emosi yang terkadang tak tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Itulah Lahir Setya Budi.
Perupa asli Blitar itu tertarik di dunia seni sejak masih SD. “Mulai fokus pada pengembangan dan penerapannya itu sejak SMA,” ungkapnya.
Secara umum, aliran dalam seni rupa beragam. Namun, alumni ISI Yogyakarta itu memilih aliran neo-ekspresi. Pasalnya, dia bebas mengekspresikan emosi yang sedang dirasakan. “Ketika marah, kecewa, ataupun sedih, terkadang harus saya tahan, merasa lebih bisa bebas berekspresi ketika saya melukis,” katanya.
Dalam berkarya banyak sekali kendala yang dihadapi pemuda 25 tahun ini. Mulai terbatasnya opsi untuk membeli media pendukung seni rupa, hingga faktor lingkungan yang kurang menghargai karya yang sudah dihasilkan. “Selain itu, ekosistem seni di sini belum terbentuk, jadi untuk market-nya sendiri masih sulit,” ujar pria ramah itu.
Menurut dia, menghargai karya tak hanya melalui materi. Walaupun karyanya sudah banyak terjual, tetapi apresiasi karya sangatlah sederhana. “Wah karyamu jan gendeng. Itu salah satu kata-kata apresiasi yang sangat aku hargai,” tandasnya. (mei/c1/wen)