TULUNGAGUNG – Menjadi srikandi di olahraga panahan tidak mudah bagi Izzata Mazie yang akan masuk SMA. Dia harus dua kali keluar masuk rumah sakit. Kini, tiga kompetisi akan menyambutnya untuk menjadi tambahan koleksi medalinya.
Suasana mendung menghiasi Bumi Gayatri, kemarin (13/7). Cuaca itu menghalangi Izzata Mazie untuk melakukan latihan rutin panahan di klub bernama Alba Archery. Karena tepat pukul 17.00 WIB, rintik hujan menjatuhi tanah. Padahal, dia seharusnya berada di tempat latihannya yang berada di dekat Tempat Makam Pahlawan (TMP) pada pukul 16.30 WIB.
Dia baru saja menginjak usia 16 tahun. Namun, dia telah mengoleksi 14 medali, yaitu 3 medali perunggu, serta sisanya emas dan perak. Prestasinya didapat dari puluhan kompetisi yang diikuti selama dua tahun terakhir dari tingkat provinsi hingga nasional. “Saya menekuni olahraga panahan sejak kelas 5 SD, kalau dihitung sudah empat tahun. Namun, saya banyak mendapatkan medali atau juara sejak dua tahun terakhir ini. Pada awal Covid-19 lalu jarang ada kompetisi,” ujar Izzata sambil memegang medali koleksinya.
Dia menceritakan, awal tertarik olahraga panahan karena pada kelas 5 SD direkomendasikan gurunya untuk ikut klub yang sedang promosi di sekolahnya. Hingga akhirnya, dirinya dan satu temannya terpilih berlatih di Alba Archeri hingga sekarang. Dari rekomendasi gurunya itu, dia menjemput banyak prestasi di dunia panahan. Apalagi, dia sangat bersemangat jika prestasinya dapat digunakan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Menarik. Pada kompetisi terakhir yang bertajuk Piala Presiden awal Juli lalu, dia mempersiapkan diri dengan latihan sejak dua bulan lalu. Bahkan, dia latihan tiap hari pagi dan sore, hingga 3 jam setiap hari. Namun, guna mempersiapkan kompetisi, porsi latihan bertambah hampir setengah hari.
“Alhamdulillah bisa juara ketiga dan itu menjadi kompetisi mengesankan. Padahal, beberapa lawan saya ada yang dari luar negeri. Salah satunya dari Thailand. Lumayan tegang pada kompetisi itu, karena lawan-lawannya susah. Bahkan, busur panah saya hanya selisih 8 milimeter (mm) dengan lawan,” ungkap warga di Jalan Iswahyudi, Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Tulungagung.
Dia melanjutkan, penyebab kekalahannya tersebut karena poinnya yang menurun ketika terakhir shut off. Tiga arrow atau tiga kali tampil menembak anak panah itu skornya sama. Hingga akhirnya menyisakan satu tembakan, tapi hasilnya tertinggal dengan lawan dengan selisih 8 mm.
Baginya, semua lawan-lawannya berat. Paling berat ketika kompetisi pro archery di Stadion Geloran Bung Karno beberapa waktu lalu. Namun sayang, dia tidak mendapatkan medali. Itu karena dia mengakui bahwa para lawan-lawanya seorang atlet profesional yang pernah mengikuti Pekan Olahraga Nasional (PON). Hebatnya, dia tetap bisa duduk di posisi keenam dalam kompetisi tersebut.
Izzata menerangkan bahwa tidak pernah mengalami cedera selama menjadi atlet panahan. Hanya kelelahan, meskipun selama sebulan tidak latihan penuh. Bahkan, dia pernah tidak latihan sama sekali saat mengikuti kompetisi, karena baru saja opname di rumah sakit. Setelah dua hari di rumah sakit dan dirasa kondisinya kuat, dia langsug ikut kompetisi hingga akhirnya menang.
“Saya hoki mungkin bisa meraih juara 3. Padahal, saat itu saya tipes dan kelelahan dengan porsi latihannya. Alhamdulillah, olahraga panahan ini tidak mengganggu waktu belajar dan sekolah saya sehingga aman,” jelasnya.
Dia pernah mengalami kesalahan teknis ketika kompetisi. Itu ketika alat panahnya patah. Namun, dia terus lanjut dan membenahi alat tersebut dengan selotip. Hingga akhirnya, dia bisa memenangi juara 2 di kompetisi tingkat provinsi di Sidoarjo. Padahal, baginya, jadi atlet panahan itu susah karena harus banyak sabar.
Dia juga terkadang sulit konsentrasi dan dicap atlet paling nakal di klubnya karena susah berlatih. Namun begitu, dia masih bisa menjuarai belasan kompetisi yang bisa menjadi modal untuk masa depannya. “Jadi altet panahan itu susah, karena harus sabar semuanya. Tiap narik busur panah harus sama semua. Kalau tidak, nanti akan repot ketika kompetisi. Apalagi kalau ada angin akan menganggu arah panah,” jelasnya.
Setelah ini, dia masih akan terus menekuni olahraga panahan hingga ke jenjang kuliah. Semangatnya tinggi ketika menang dan mendapatkan apresiasi berupa medali, piagam, hingga uang pembinaan. Bahkan, targetnya ingin ikut kompetisi dan menjuarai lomba panahan yang ada di Universitas Gajah Mada (UGM), serta menjadi atlet PON. “Ingin terus menjadi atlet panahan dan mengasah kemampuan hingga menjadi profesional. Bersyukur keluarga mendukung dan saya optimistis di olahraga panahan ini,” pungkasnya. (*/c1/din)