TULUNGAGUNG – Jadi jujukan peziarah dari dalam maupun luar Tulungagung, makam Syekh Basyaruddin di Dusun Srigading, Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman, tak bisa diberi cungkup. Pasalnya sudah dua kali dipasang cungkup, namun langsung menghilang dalam sekejap.
“Dulu makam Syekh Basyaruddin sudah dua kali diberi cungkup, setelah dipasang dalam waktu sekejap, cungkup tersebut menghilang dengan kondisi makam kembali seperti semula. Bahkan waktunya sangat singkat, malam selesai dipasang, pagi harinya sudah mengilang meskipun tanpa ada gejala alam apa pun,” kata pengurus makam sekaligus keturunan kesembilan dari Syekh Basyaruddin, Muhammad Arifai.
Dia mengatakan, keanehan itu juga ditambah dengan pesan dari pendahulunya bahwa makam Syekh Basyaruddin ini tidak bisa diberi cungkup atau bangunan beratap di atas makam sebagai pelindung makam. Meskipun sebelum masuk makam sudah ada bangunan untuk melindungi, tetapi di atas makam tidak ada bangunan apa pun untuk melindungi.
Syekh Basyaruddin adalah keturunan Syekh Abdurrahman bin Syekh Abdul Mursyad dan merupakan guru dari Bupati Tulungagung pertama, yaitu Tumenggung Ngabehi Mangoendirono yang makamnya juga di area makam Syekh Basyaruddin.
Dia menyebut, makam Syekh Basyaruddin ini didatangi peziarah setiap hari. Apalagi pada malam Jumat, kondisi peziarah seperti tak ada sepinya. Datang dari masyarakat dalam dan luar Tulungagung, baik datang sendiri atau berjamaah dengan jumlah tertentu.
“Yang datang ke sini biasanya mereka yang merasakan keresahan dalam hidup. Jika resah, mereka datang ke sini untuk berzikir dan berdoa. Dengan waktu yang bermacam-macam. Mayoritas mulai pukul 21.00-00.00 WIB, namun ada juga yang sampai pagi hari,” jelasnya.
Dia menambahkan, bahkan ada orang yang setiap hari datang ke makam Syekh Basyaruddin, tidak peduli hujan angin atau bahkan hari besar sekalipun, mereka tetap kesini. Tenarnya disebut santri kloso, karena setiap ke makam membawa tikar untuk beristirahat.
“Santri kloso ini ada sekitar empat orang. Setiap hari ke sini membawa tikar dengan waktu yang lama, biasanya subuh baru beranjak pulang,” katanya.
Dia menambahkan, dalam menyebarkan agama Islam di Srigading dan sekitarnya, Syekh Basyaruddin membangun sebuah bangunan kecil semacam surau di daerah Srigading. Gunanya untuk mengajarkan ilmu agama kepada muridnya. Saat ini bangunan tersebut masih ada dan sudah dilakukan perbaikan, namun tidak dibuka untuk umum. Alasannya, jika bangunan tersebut dibuka untuk umum pasti banyak orang yang berziarah kesana.
“Menurut cerita, Syekh Basyaruddin menjadi jujukan bagi santri yang ingin menghafal Alquran,” pungkasnya. (mg1/c1/din)