TULUNGAGUNG – Peserta didik tingkat sekolah menengah atas (SMA) sederajat dilarang merayakan kelulusannya dengan coret seragam dan konvoi. Perayaan kelulusan tersebut dapat mengganggu kenyamanan masyarakat dan tidak mencerminkan seorang yang berpendidikan. Kini perayaan kelulusan dapat dilakukan dengan cara mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat yang telah diberikan serta melakukan donasi baju seragam kepada adik kelas.
Budaya konvoi dan coret baju seragam menjadi salah satu momen yang banyak dinanti bagi sebagian peserta didik pada jenjang SMA sederajat karena telah menuntaskan proses pendidikan pada tingkatan tersebut.
Namun seiring berjalannya waktu perayaan konvoi dan coret baju seragam dirasa tidak mencerminkan seorang yang berpendidikan dan perayaan kelulusan tersebut diganti dengan melakukan donasi baju seragam kepada adik kelas. ““Alhamdulillah kemarin sudah ada pengumuman kelulusan bagi SMA dan itu sudah berlangsung tanpa konvoi maupun coret seragam,” jelasnya Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Cabdindik) Provinsi Jawa Timur wilayah Tulungagung, melalui Kasi Pendidikan SMK, Sunaryo, kemarin (23/5).
Lanjut dia, meski telah melandainya kasus konfirmasi Covid-19 di Tulungagung, tidak ada peserta didik yang melakukan perayaan kelulusan dengan konvoi maupun coret seragam. Meski adanya pelonggaran aturan kebijakan masker, peserta didik tetap menjaga diri mereka dari paparan Covid-19 dengan menggunakan prokes saat pembelajaran. “Coba sampean masuk ke sekolah-sekolah anak-anak tetap menggunakan masker saat pembelajaran. Tak hanya itu, guru-guru dan tenaga sekolah lain juga tetap menggunakan masker saat di sekolah tak pernah lepas,” paparnya.
Dia menambahkan, banyak hal positif yang bisa dilakukan dalam merayakan kelulusan. Itu mencerminkan akhlak terpuji sebagai seorang yang berpendidikan jika dibandingkan dengan perayaan konvoi dan coret seragam. “Seragam yang biasanya di corat-coret bisa diberikan ke adik kelasnya, karena biasanya anak-anak itu baju seragamnya masih bagus dan punya lebih dari satu stel. Itu lebih mencerminkan akhlak yang terpuji bagi seorang yang berpendidikan” katanya.
Sementara itu, tindak lanjut dari kelalusan tersebut, kini masih ada proses penulisan ijazah. Namun temuan kesalahan dalam penulisan surat tanda tamat belajar atau ijazah masih ada. Pada 2021 dari 8.000 lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) ada sekitar 10 temuan kesalahan penulisan ijazah. Adanya temuan tersebut salah satu pihak lembaga pendidikan di kabupaten membuat replika ijazah untuk meminimalisir kesalahan dalam penulisan ijazah.
Meski demikian, dinas menganggap permasalahan dalam penulisan tersebut tidak signifikan. Adapun permasalahan tersebut seperti salah dalam menuliskan jurusan dan nama peserta didik. “Kalau soal penulisan ijazah memang ada permasalahan tapi bukan permasalahaan yang signifikan. Kadang kalau di SMK ada penulisan salah jurusan, ya gitu-gitu permasalahannya,” jelasnya.
Berdasarkan data sebanyak 8.000 ijazah SMK di tahun 2021 temuan permasalahan dalam penulisan hanya sekitar 10 ijazah. Menurutnya persentase permasalahan tersebut sangat kecil dan manusiawi. Selain itu dalam penulisan ijazah dibutuhkan konsentrasi dan fokus dalam melakukan pekerjaan tersebut. “Ya sangat manusiawi kalau mereka capek dan kurang fokus sehingga membuat kesalahan. Mungkin karena adanya tekanan dalam penulisan ijazah,” paparnya.
Dia menambahkan, lembaga pendidikan harus mempertahankan situasi dalam penulisan ijazah karena pihaknya merasa kinerja kepenulisan ijazah sudah bagus. Kini lembaga pendidikan sudah mengantisipasi dan meminimalkan kesalahan dalam penulisan ijazah dengan cara membuat ijazah replika. Sehingga memudahkan penulis ijazah dalam menuliskan ijazah dengan mencontoh replika tersebut. “Penulis itu hanya fokus untuk menyontoh replika ijazah tersebut. Jadi mereka benar-benar membuat miniaturnya ijazah dengan data dan semuanya sudah benar tinggal memindahkan ke ijazasah,” ucapnya.
Dia mengaku, selain pihak lembaga pendidikan melakukan berbagai cara dalam meminimalisir kesalahan dalam penulisan ijazah. Pihaknya juga melakukan langkah seperti melakukan sosialisasi tentang penulisan ijazah. Diketahui sebelumnya pada Jumat (13/5) pihaknya telah melakukan sosialisasi terkait penulisan ijazah tersebut. Setidaknya lebih dari 16.000 peserta didik SMA sederajat di Tulungagung yang akan mendapatkan ijazah di tahun ini. “Pasti selalu dilakukan, setiap tahunnya cabang dinas pendidikan selalu melakukan sosialisasi tentang penulisan ijazah,” terangnya.
Disinggung terkait intensif tenaga pengajar yang melakukan penulisan ijazah, dia mengaku, bahwasannya kebijakan tersebut sepenuhnya tergantung dari lembaga pendidikan masing-masing. Tidak ada peraturan yang mengatur kebijakan mengenai hal tersebut. pihaknya berharap lembaga pendidikan dapat membuat kebijakan terkait hal tersebut. “Mudah-mudahan ada lah intensif yang diberikan pihak sekolah untuk guru-guru yang melakukan penulisan ijazah karena itu bukan pekerjaan mudah,” tandasnya. (mg2/din)