KOTA BLITAR – Pengalaman segudang tentu sudah dirasakaan selama 24 tahun mengabdi. Ya, Kajari Blitar, Erry Pudyanto Marwantono sudah lama bergabung dengan lembaga yudikasi. Tak hanya intimidasi, hal-hal berbau mistis juga sering kali ditemui saat menjalankan tugas.
Suasana di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar terlihat sibuk siang itu (21/7). Beberapa personel korp adhyaksa tampak lalu lalang di lobi memberikan pelayanan kepada para tamu yang datang untuk ikut meramaikan peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke- 62. Meski begitu terlihat repot, raut bahagia tergambar jelas di wajah para pegawai ini. “Monggo-monggo silakan masuk,” ujar Kajari Blitar, Erry Pudyanto Marwantono kepada Koran ini.
Erry ternyata tidak sediri. Di ruang kerjanya, ada jajaran pejabat penting lain di lingkungan kejaksaan. Usut punya usut, mereka sedang membahas persiapan jelang puncak Hari Bhakti Adhyaksa yang sedianya bakal dihelat keesokan harinya (22 Juli, Red).
Meski belum lama berdinas di Blitar, Erry terlihat nyantai. Maklum bukan hal baru baginya menyiapkan acara seremonial hari besar kejaksaan itu. Setidaknya sudah lebid dua dekade, dia menyaksikan perayaan atau peringatan hari jadi tersebut. Terakhir, dia menjadi Aspidsus di Kejati DIY, sebelum akhirnya ditugaskan di Bumi Bung Karno. “Saya 24 tahun bergabung dengan korp adhyaksa,” tuturnya.
Berbagai kasus pernah ditangani pria asal Semarang ini. Mulai dari kelas pencurian hingga memburu pejabat korupsi pernah ditangani. Misalnya, salah seorang kepala daerah di wilayah Jawa Tengah pada kisaran 2004 silam.
Kala itu, Erry masih menjadi kepala seksi pidana khusus (kasi pidsus). Selain kepala daerah, sejumlah tokoh politik setempat yang duduk sebagai wakil rakyat juga diseret ke pengadilan karena terindikasi melakukan pidana korupsi. “Tentu kalau yang dituntut itu tokoh suasananya berbeda dengan kasus biasa,” bebernya.
Intimidasi dan terror menjadi kudapan yang setiap hari dirasakan. Umumnya, itu tidak dilakukan secara langsung. Hanya melalui sambungan telepon dari nomor yang tidak dikenal. “Kalau ada orang telpon tidak dikenal, saya gak terima. Bukan apa apa, kalau suaranya perempuan bisa bahaya,” kelakarnya.
Erry sangat paham hal-hal yang akan dilakukan oleh tokoh yang tersandung masalah hukum. Bahkan ada juga yang menggunakan cara halus untuk menjatuhkan marwah kejaksaan. Misalnya, dengan membangun opini publik melalui narasi-narasi pemberitaan yang menyudutkan.
Hal ini tidak hanya dirasakan Erry. Yang membuatnya sedikit galau adalah intimidasi terhadap keluarga. “Jadi tiba-tiba banyak orang berkumpul di depan rumah. Meskipun hanya sekedar cangkruk, kan kelihatan itu aktivitas normal atau tidak,” ujar penghobi sepeda ini.
Tak hanya itu, Erry juga sering mengalami hal-hal yang aneh. Misalnya, di depan kantor atau ruangan sidang ditaburi bunga atau benda-benda lain yang identik digunakan untuk ritual mistik. Bahkan, pada kondisi tertentu, Erry juga pernah mengalami tidak bisa berbicara dalam persidangan. “Pernah juga sidang itu rasanya ngantuk berat, mungkin karena bergadang atau karena kecapean ya,” akunya.
Meski begitu, bagi Erry hal ini adalah biasa. Menurut dia, ada satu kasus hukum yang pernah membuatnya terbebani. Itu ketika dia terpaksa melakukan penuntutan dalam kasus penganiayaan yang mengakibatkan meninggalnya nyawa seseorang.
Dia menceritakan, kasus ini dilakukan oleh seorang istri terhadap suaminya sendiri. Ada alasan atau cerita dibalik peritiwa yang mengakibatkan orang mati tersebut. Disisi lain, karakter suami tersebut tidak begitu baik, yakni seorang pemabuk. “Jadi perempuan itu membela anaknya, namun dalam proses itu mengakibatkan sang suami meninggal dunia,” terangnya.
Yang membuatnya kian trenyuh adalah ketika sudah melakukan penuntutan yang dirasa cukup optimal namun vonis yang diberikan tidak sesuai perkiraan. “Rasanya nelongso melihat kasus itu, apalagi kalau lihat latar belakang suami yang pemabuk itu. Tapi bagaimanapun hukum memang harus ditegakkan,” tegasnya. (*/ady)