KABUPATEN BLITAR – Lahir berhimpitan dengan pandemi korona menjadi salah satu tantangan bagi RSUD Srengat. Selain penguatan internal, fungsi utama pelayanan tetap dikedepankan.
Predikat ‘Rumah sakit Covid-19’ sempat membayangi pelayanan di RSUD Srengat (RSSR). Maklum, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) ini diresmikan saat wabah virus tersebut merebak. Semua fasilitas pelayanan milik pemerintah diarahkan menjadi rumah sakit rujukan untuk penanganan virus asal Tiongkok tersebut.
Sebagai rumah sakit anyar lengkap dengan fasilitas baru, idealnya rumah sakit ini menjadi alternatif bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Namun, karena stigma negatif tersebut orang enggan datang memanfaatkan pelayanan. “Kini kepercayaan masyarakat sudah sangat bagus, mudah-mudahan tidak ada lagi pandemi korona,” ujar Kabid Pelayanan RSUD Srengat, drg Hanik Triana, kemarin (18/7).
Pada tahun pertama, pelayanan RSSR belum begitu optimal. Konon, hingga penghujung 2020 jumlah pasien ataupun pengunjung rumah sakit ini hanya sekitar 1.000-an orang. Namun, seiring berjalannya waktu mulai tampak progres positif.
Hanik menyebut, hingga pertengahan tahun ini lebih 15.000 pasien yang sudah terlayani. Jumlah itu, jauh melebihi total pelayanan yang diberikan pada 2021 lalu. “Sampai dengan Juni kemarin total operasi juga sudah tembus 500 tindakan, itu juga lebih banyak dari tahun lalu,” imbuhnya.
Hal ini menjadi indikator kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan di RSSR menunjukkan progres yang postif. Kendati begitu, bukan berarti upaya yang dilakukan pada tahun sebelumnya tidak maksimal. Perempuan berkacamata itu menilai hal ini berkat komitmen RSSR serta dukungan dari banyak pihak. “Semua itu kan butuh proses. Karena masih baru, orang mungkin masih banyak yang belum tahu. Kami juga masih fokus pada penguatan internal,” jelasnya.
Belum banyak program yang digulirkan. Penguatan tim juga masih dilakukan hingga kini. Sembari memperkuat jejaringan untuk kepentingan pelayanan. Selain menjalin komunikasi intens dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain, RSSR juga mengupakayakan kelengkapan fasilitas.
Tidaknya hanya peralatan, namun juga tenaga medis dan menjangkau program pemerintah dalam bidang kesehatan. Seperti bekerjasama degan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) Kesehatan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat.
Hanik juga menyadari masih banyak masyarakat kurang mampu yang belum tercover dengan program pemerintah tersebut. Namun, pihaknya memastikan hal ini tidak menjadi penghalang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. “RSSR tidak mungkin menolak pasien hanya karena tidak memiliki kemampuan untuk membayar jasa pelayanan,” tegasnya.
Menurut dia, fungsi utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan. Untuk itu, fasyankes ini juga dilengkapi dengan kebijakan terkait pembiayaan utamanya bagi warga kurang mampu. Namun, ada verifikasi agar kebijakan tersebut tepat sasaran. “Anggaran untuk membantu keringanan biaya ini kan terbatas, jadi kami juga harus selektif,” tuturnya.
Biasanya RSSR melibatkan bidan desa, tokoh masyarakat dan puskesmas untuk memastikan agar bantuan pembiayaan kepada pasien tersebut diberikan kepada orang yang tepat. Pihaknya memastikan, hal ini tidak akan mengurangi kualitas pelayanan kepada pasien.
Kini ada 11 polklinik yang di rumah sakit tersebut. Beberapa di antaranya juga memiliki jam operasional khusus. Yakni, tetap memberikan pelayanan saat sore hari. Mulai pukul 16.00 hinggga 18.00. “Ada tiga poli yang buka saat sore. Yakni poli bedah anak, bedah umum, dan spesialis penyakit dalam,” ungkapnya.
Kini juga ada banyak fasyankes yang memiliki jam terbang lebih banyak dari RSSR. Bahkan dari sisi fasilitas kemungkinan juga lebih lengkap. Namun, bagi rumah sakit plat merah itu, hal tersebut tidak menjadi persoalan. Sebaliknya, mereka adalah mitra pemerintah dalam memberikan pelayanan kesahtan kepada masyarakat. “Semakin banyak fasyankes tentu itu baik untuk masyarakat. Ada banyak pilihan, monggi dipilih yang paling nyaman untuk digunakan,” tandasnya. (ser/hai/wen)