KAMPAK, Radar Trenggalek – Ahmad Toyibin, orang yang cukup sukses mengembangkan usaha furnitur dan woodcraft. Produk-produknya tersebar di kafe-kafe terkenal di Kabupaten Trenggalek. Namun ternyata, warga Desa Sugihan, Kecamatan Kampak, itu cuma lulusan sekolah menengah pertama.
Seperti orang awam pada umumnya. Awal mula berkarir pada 2008, Dop tak punya wawasan apa pun tentang kayu atau furnitur. Namun dari instruksi bos dan mengamati cara pembuatan kayu. Pengalaman Dop semakin bertambah sampai dia berhasil membuat kursi, meja, dan lemari sendiri. “Menjadi perajin furnitur kuncinya cuma kreativitas,” ungkap pria kelahiran 1991 itu.
Kreativitas unsur penting ketika terjun di dunia estetik. Pada 2017 silam, Dop mulai memberanikan diri untuk membuka usaha furnitur sendiri. Karena masih masa rintisan, perkakas Dop tak selengkap seperti pengusaha berskala besar. Namun ayah dari ayah Hanum Mahira Cakrawala ini tetap berusaha untuk memenuhi permintaan konsumen, biarpun permintaan desain para konsumen itu membutuhkan peralatan modern.
Beberapa produk Dop saat awal membuka bisnis meliputi kursi, meja, dan lemari. Namun dia mencoba berinovasi ke arah woodcraft. Inovasi itu muncul ketika suami Lailatul Istifadah itu melihat banyaknya limbah kayu. Dari tangan kreatifnya, Dop berhasil menyulap limbah menjadi barang yang bernilai jual, seperti pigura, rak buku, tempat tisu, alat tulis, dan lampu hias. Model-model produk pun modern karena Dop sering melihat desain-desain dari aplikasi Pinterest.
“Estimasi harga untuk furnitur mulai Rp 100 ribu – 8 juta. Sedangkan woodcraft mulai Rp 15 ribu 300 ribu,” ucapnya.
Usaha furnitur dan woodcraft milik Dop kini tengah berjalan ke tahun keempat. Selama itu, bisnisnya berkembang pesat. Tentunya, semakin luas jangkauan pasar, omzet bisnis furnitur dan woodcraft milik Dop seiring meningkat. “Omzet sebulan rata-rata Rp 15 juta,” kata dia. (tra/c1/rka/dfs)