TULUNGAGUNG – Terjadinya peristiwa tragis bunuh diri ibu dan anak dengan menenggak racun yang sempat terjadi di Tulungagung beberapa pekan lalu, memberikan tanda tanya besar bagi hubungan dan interaksi sosial antarmasyarakat. Perlu adanya peta kerentanan masyarakat agar kasus serupa tidak terulang kembali.
Kasi Perlindungan Perempuan dan Anak, Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KB PP PA) Tulungagung, Winarno mengatakan, perlu adanya pembuatan peta kerentanan masyarakat agar kasus-kasus bunuh diri di Tulungagung dapat berkurang. Peta kerentanan masyarakat terhadap masing-masing individu tersebut dimaksudkan agar mengetahui kerentanan yang dialami masing-masing individu. Dengan begitu, dapat menentukan langkah untuk mengantisipasi kerentanan yang ada. “Artinya, dengan mengetahui peta kerentanan ini, ada langkah antisipatif yang bisa dilakukan atau bisa diambil oleh masyarakat sekitar sehingga angka bunuh diri dapat berkurang,” jelasnya kemarin (31/10).
Berkaca dari kasus bunuh diri ibu serta anak di Kecamatan Sendang beberapa waktu lalu, dia mengaku bahwasanya itu dapat menjadi pembelajaran yang penting untuk ke depannya.
Menurut dia, membangun kepedulian sosial ke seluruh lapisan masyarakat menjadi jawaban agar kasus serupa tidak terulang kembali. “Ke depannya, membangun kepedulian sosial ke semua sektor dan seluruh lapisan masyarakat itu perlu ditingkatkan lagi agar kasus itu tidak terulang kembali. Itu menjadi jawaban yang justru harus kita tingkatkan,” paparnya.
Banyak faktor penyebab kasus bunuh diri terjadi. Namun, mayoritas alasan atas terjadinya kasus bunuh diri tersebut dikarenakan faktor ekonomi. Meski begitu, faktor ekonomi bukan faktor utama terjadinya bunuh diri. Perlu data serta informasi untuk mendalami kasus tersebut. “Impitan ekonomi yang berat dirasakan yang bersangkutan, karena keputusasaan dan lain sebagainya. Akhirnya mengambil jalan pintas untuk bunuh diri. Tapi, apakah faktor ekonomi menjadi faktor utama bunuh diri? Kan tidak juga. Maka, perlu data dan informasi yang lebih lengkap,” ucapnya.
Disinggung perihal keterkaitan pernikahan dini atas impitan ekonomi yang mayoritas menyebabkan bunuh diri, dia mengaku, pernikahan dini tidak selalu menjadi pemicu kasus bunuh diri. Namun, dalam pernikahan dini terdapat tiga permasalahan yang sering dijumpai, seperti rentannya perceraian, rentan KDRT, dan rentan penelantaran. “Jadi kalau akhirnya pernikahan dini itu mengarah ke bunuh diri massal dan lain sebagainya, itu memang kita belum punya datanya. Tetapi kalau yang KDRT, perceraian, dan penelantaran ini memang ada. Datanya juga seperti itu,” ungkapnya.
Terjadinya tiga permasalahan pada pernikahan dini tersebut disebabkan kesiapan mental belum matang. Perlu kematangan mental dan psikis dari kedua belah pihak untuk membina rumah tangga. “Penyebabnya, kesiapan mental antarpasangan pernikahan dini itu kurang sehingga permasalahan-permasalah seperti itu muncul dan menyebabkan gagalnya pernikahan,” tutupnya. (mg2/c1/din)